Farmakologi
merupakan sifat dari mekanisme kerja obat pada sistem tubuh termasuk menentukan
toksisitasnya. Jalur pemakaian obat yang meliputi secara oral, rektal, dan
parenteral serta yang lainnya harus ditentukan dan ditetapkan petunjuk tentang
dosis-dosis yang dianjurkan bagi pasien dalam berbagai umur, berat dan status
penyakitnya serta teknik penggunaannya atau petunjuk pemakaiannya.
Bentuk
sediaan dan cara pemberian merupakan penentu dalam memaksimalkan proses
absorbsi obat oleh tubuh karena keduanya sangat menentukan efek biologis suatu
obat seperti absorpsi, kecepatan absorpsi dan bioavailabilitas (total obat yang
dapat diserap), cepat atau lambatnya obat mulai bekerja (onset of action), lamanya obat bekerja (duration of action), intensitas kerja obat, respons farmakologik
yang dicapai serta dosis yang tepat untuk memberikan respons tertentu
Obat sebaiknya dapat mencapai reseptor kerja yang diinginkan setelah
diberikan melalui rute tertentu yang nyaman dan aman seperti suatu obat yang memungkinan
diberikan secara intravena dan diedarkan di dalam darah langsung dengan harapan
dapat menimbulkan efek yang relatif lebih cepat dan bermanfaat.
dipengaruhi
secara bermakna oleh cara pemberian (Katzung, 1986).
Cara-cara
pemberian obat untuk mendapatkan efek terapeutik yang sesuai adalah sebagai
berikut:
Cara/bentuk sediaan parenteral
a. Intravena (IV) (Tidak ada fase absorpsi,
obat langsung masuk ke dalam vena, “onset
of action” cepat, efisien, bioavailabilitas 100 %, baik untuk obat yang
menyebabkan iritasi kalau diberikan dengan cara lain, biasanya berupa infus
kontinu untuk obat yang waktu-paruhnya (t1/2) pendek) (Joenoes,
2002).
b. Intramuskular (IM) (“Onset of action” bervariasi, berupa larutan dalam air yang lebih
cepat diabsorpsi daripada obat berupa larutan dalam minyak, dan juga obat dalam
sediaan suspensi, kemudian memiliki kecepatan penyerapan obat yang sangat
tergantung pada besar kecilnya partikel yang tersuspensi: semakin kecil
partikel, semakin cepat proses absorpsi) (Joenoes, 2002).
c. Subkutan (SC) (“Onset of action” lebih cepat
daripada sediaan suspensi, determinan dari kecepatan absorpsi ialah total luas
permukaan dimana terjadi penyerapan, menyebabkan konstriksi pembuluh darah
lokal sehingga difusi obat tertahan/diperlama, obat dapat dipercepat dengan
menambahkan hyaluronidase, suatu enzim yang memecah mukopolisakarida dari
matriks jaringan) (Joenoes, 2002).
d. Intratekal (berkemampuan untuk mempercepat
efek obat setempat pada selaput otak atau sumbu serebrospinal, seperti
pengobatan infeksi SSP yang akut) (Anonim, 1995).
e. Intraperitonel (IP) tidak dilakukan pada
manusia karena bahaya (Anonim, 1995).
Pemberian obat per oral merupakan
pemberian obat paling umum dilakukan karena relatif mudah dan praktis serta
murah. Kerugiannya ialah banyak faktor dapat mempengaruhi bioavailabilitasnya
(faktor obat, faktor penderita, interaksi dalam absorpsi di saluran cerna) (Ansel,
1989).
Intinya absorpsi
dari obat mempunyai sifat-sifat tersendiri. Beberapa diantaranya dapat
diabsorpsi dengan baik pada suatu cara penggunaan, sedangkan yang lainnya tidak
(Ansel, 1989).
KESIMPULAN
Cara
pemberian dapat mempengaruhi kecepatan absorbsi obat yang berpengaruh
juga terhadap onset dan durasi. Pada literature dijelaskan bahwa onset
paling cepat adalah intraperitonial, intramuscular, subkutan, peroral.
Hal ini terjadi karena :
· Intraperitonial mengandung banyak pembuluh darah sehingga obat langsung masuk ke dalam pembuluh darah.
· Intramuscular mengandung lapisan lemak yang cukup kecil sehingga obat akan terhalang oleh lemak sebelum terabasorbsi.
· Subkutan mengandung lemak yang cukup banyak.
· Peroral
disini obat akan mengalami rute yang panjang untuk mencapai reseptor
karena melalui saluran cerna yang memiliki banyak factor penghambat
seperti protein plasma.
Dan durasi paling cepat adalah peroral, intraperitonial, intramuscular, subkutan. Hal ini terjadi karena :
· Peroral,
karena melalui saluran cerna yang memiliki rute cukup panjang dan
banyak factor penghambat maka konsentrasi obat yang terabsorbsi semakin
sedikit dan efek obat lebih cepat.
· Intraperitonial,
disini obat langsung masuk ke pembuluh darah sehingga efek yang
dihasilkan lebih cepat dibandingkan intramuscular dan subkutan karena
obat di metabolisme serempak sehingga durasinya agak cepat.
· Intramuscular, terdapat lapisan lemak yang cukup banyak sehingga obat akan konstan dan lebih tahan lama.
· Subkutan, terdapat lapisan lemak yang paling banyak sehingga durasi lebih lama disbanding intramuscular.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar