Selasa, 30 Juli 2013

Farmakokinetik

             Farmakokinetik atau kinetika obat adalah nasib obat dalam  tubuh atau efek tubuh terhadap obat. Farmakokinetik mencakup 4 proses, yaitu proses absorpsi (A), distribusi (D), metabolisme (M), dan ekskresi (E). Metabolisme atau biotransformasi dan ekskresi bentuk utuh atau bentuk aktif merupakan proses eliminasi obat (Gunawan, 2009)Obat yang masuk ke dalam tubuh melalui berbagai cara pemberian umunya mengalami absorpsi, distribusi, dan pengikatan untuk sampai di tempat kerja dan menimbulkan efek. Kemudian dengan atau tanpa biotransformasi, obat diekskresi dari dalam tubuh.

 
Absorpsi dan Bioavailabilitas
                Kedua istilah tersebut tidak sama artinya. Absorpsi, yang merupakan proses penyerapan obat dari tempat pemberian, menyangkut kelengkapan dan kecepatan proses tersebut. Kelengkapan dinyatakan dalam persen dari jumlah obat yang diberikan. Tetapi secara klinik, yang lebih penting ialah bioavailabilitas. Istilah ini menyatakan jumlah obat, dalam persen terhadap dosis, yang mencapai sirkulasi sistemik dalam bentuk utuh/aktif. Ini terjadi karena untuk obat-obat tertentu, tidak semua yang diabsorpsi dari tempat pemberian akan mencapai sirkulasi sestemik. Sebagaian akan dimetabolisme oleh enzim di dinding ususpada pemberian oral dan/atau di hati pada lintasan pertamanya melalui organ-organ tersebut. Metabolisme ini disebut metabolisme atau eliminasi lintas pertama (first pass metabolism or elimination) atau eliminasi prasistemik. Obat demikian mempunyai bioavailabilitas oral yang tidak begitu tinggi meskipun absorpsi oralnya mungkin hampir sempurna. Jadi istilah bioavailabilitas menggambarkan kecepatan dan kelengkapan absorpsi sekaligus metabolisme obat sebelum mencapai sirkulasi sistemik.Eliminasi lintas pertama ini dapat dihindari atau dikurangi dengan cara pemberian parenteral (misalnya lidokain), sublingual (misalnya nitrogliserin), rektal, atau memberikannya bersama makanan.

Absorpsi merupakan proses masuknya obat dari tempat pemberian ke dalam darah. Bergantung pada cara pemberiannya, tempat pemberian obat adalah saluran cerna (mulut sampai rektum), kulit, paru, otot, dan lain-lain. Yang terpenting adalah cara pemberian obat per oral, dengan cara ini tempat absorpsi utama adalah usus halus karena memiliki permukaan absorpsi yang sangat luas, yakni 200 meter persegi (panjang 280 cm, diameter 4 cm, disertai dengan vili dan mikrovili ) (Gunawan, 2009).
Absorpsi obat meliputi proses obat dari saat dimasukkan ke dalam tubuh, melalui jalurnya hingga masuk ke dalam sirkulasi sistemik. Pada level seluler, obat diabsorpsi melalui beberapa metode, terutama transport aktif dan transport pasif. 

Gambar 1. 1 Proses Absorbsi Obat
a.       Metode absorpsi
-          Transport pasif
Transport pasif tidak memerlukan energi, sebab hanya dengan proses difusi obat dapat berpindah dari daerah dengan kadar konsentrasi tinggi ke daerah dengan konsentrasi rendah. Transport aktif terjadi selama molekul-molekul kecil dapat berdifusi sepanjang membrane dan berhenti bila konsentrasi pada kedua sisi membrane seimbang.
-          Transport Aktif
Transport aktif membutuhkan energy untuk menggerakkan obat dari daerah dengan konsentrasi obat rendah ke daerah dengan konsentrasi obat tinggi
b.      Kecepatan Absorpsi
Apabila pembatas antara obat aktif dan sirkulasi sitemik hanya sedikit sel. Absorpsi terjadi cepat dan obat segera mencapai level pengobatan dalam tubuh.
-          Detik s/d menit: SL, IV, inhalasi
-          Lebih lambat: oral, IM, topical kulit, lapisan intestinal, otot
-          Lambat sekali, berjam-jam / berhari-hari: per rektal/ sustained frelease.
c.       Faktor yang mempengaruhi penyerapan
1.      Aliran darah ke tempat absorpsi
2.      Total luas permukaan yang tersedia sebagai tempat absorpsi
3.      Waktu kontak permukaan absorpsi
d.      Kecepatan Absorpsi
1.      Diperlambat oleh nyeri dan stress
Nyeri dan stress mengurangi aliran darah, mengurangi pergerakan saluran cerna, retensi gaster
2.      Makanan tinggi lemak
Makanan tinggi lemak dan padat akan menghambat pengosongan lambung dan memperlambat waktu absorpsi obat
 3.      Faktor bentuk obat
Absorpsi dipengaruhi formulasi obat: tablet, kapsul, cairan, sustained release, dll)
4.      Kombinasi dengan obat lain
Interaksi satu obat dengan obat lain dapat meningkatkan atau memperlambat tergantung jenis obat
Obat yang diserap oleh usus halus ditransport ke hepar sebelum beredar ke seluruh tubuh. Hepar memetabolisme banyak obat sebelum masuk ke sirkulasi. Hal ini yang disebut dengan efek first-pass. Metabolisme hepar dapat menyebabkan obat menjadi inaktif sehingga menurunkan jumlah obat yang sampai ke sirkulasi sistemik, jadi dosis obat yang diberikan harus banyak.
 
Distribusi
        Setelah diabsorpsi, obat akan didistribusi ke seluruh tubuh melalui sirkulasi darah. Selain tergantung dari aliran darah, distribusi obat juga ditentukan oleh sifat fisikokimianya. Distribusi obat dibedakan atas 2 fase berdasarkan penyebarannya di dalam tubuh. Distribusi fase pertama terjadi segera setelah penyerapan, yaitu ke organ yang perfusinya sangat baik misalnya jantung, hati, ginjal, dan otak. Selanjutnya, distribusi fase kedua jauh lebih luas yaitu mencakup jaringan yang perfusinya tidak sebaik organ di atas misalnya otot, visera, kulit, dan jaringan lemak. Distribusi ini baru mencapai keseimbangan setelah waktu yang lebih lama. Difusi ke ruang interstisial jaringan terjadi karena celah antarsel endotel kapiler mampu melewatkan semua molekul obat bebas, kecuali di otak. Obat yang mudah larut dalam lemak akan melintasi membran sel dan terdistribusi ke dalam otak, sedangkan obat yang tidak larut dalam lemak akan sulit menembus membran sel sehingga distribusinya terbatas terurama di cairan ekstrasel. Distribusi juga dibatasi oleh ikatan obat pada protein plasma, hanya obat bebas yang dapat berdifusi dan mencapai keseimbangan. Derajat ikatan obat dengan protein plasma ditentukan oleh afinitas obat terhadap protein, kadar obat, dan kadar proteinnya sendiri. Pengikatan obat oleh protein akan berkurang pada malnutrisi berat karena adanya defisiensi protein.
 
Distribusi obat adalah proses obat dihantarkan dari sirkulasi sistemik ke jaringan dan cairan tubuh.
Distribusi obat yang telah diabsorpsi tergantung beberapa faktor:
a.       Aliran darah
Setelah obat sampai ke aliran darah, segera terdistribusi ke organ berdasarkan jumlah aliran darahnya. Organ dengan aliran darah terbesar adalah Jantung, Hepar, Ginjal. Sedangkan distribusi ke organ lain seperti kulit, lemak dan otot lebih lambat
b.      Permeabilitas kapiler
Tergantung pada struktur kapiler dan struktur obat
c.       Ikatan protein
Obat yang beredar di seluruh tubuh dan berkontak dengan protein dapat terikat atau bebas. Obat yang terikat protein tidak aktif dan tidak dapat bekerja. Hanya obat bebas yang dapat memberikan efek. Obat dikatakan berikatan protein tinggi bila >80% obat terikat protein
 
Biotransformasi / Metabolisme
adalah upaya tubuh dalam mengubah bentuk obat menjadi bentuk lain yang berguna untuk tujuan tertentu. Utamanya adalah mengubah bentuk obat menjadi bentuk hidrofil agar lebih mudah dieksresikan melalui urin.
Enzim yang berperan dalam metabolisme
  1. Enzim yang terikat pada struktur: bersifat spesifik terhadap substrat. Misalnya glukoronil transferase dan monooksigenase.
  1. Enzim yang tidak terikat pada struktur: bersifat tidak spesifik pada substrat. Contoh enzimnya adalah: esterase, aminase, dan sulfotransferase.
Biotransformasi atau metabolisme obat ialah proses perubahan struktur kimia obat yang terjadi dalam tubuh dan dikatalis oleh enzim. Pada proses ini molekul obat diubah menjadi lebih polar, artinya lebih mudah larut dalam air dan kurang larut dalam lemak sehingga lebih mudah diekskresi melalui ginjal. Selain itu, pada umumnya obat menjadi inaktif, sehingga biotransformasi sangat berperan dalam mengakhiri kerja obat. Tetapi, ada obat yang metabolitnya sama aktif, lebih aktif, atau tidak toksik. Ada obat yang merupakan calon obat (prodrug) justru diaktifkan oleh enzim biotransformasi ini. Metabolit aktif akan mengalami biotransformasi lebih lanjut dan/atau diekskresi sehingga kerjanya berakhir.Enzim yang berperan dalam biotransformasi obat dapat dibedakan berdasarkan letaknya dalam sel, yakni enzim mikrosom yang terdapat dalam retikulum endoplasma halus (yang pada isolasi in vitro membentuk mikrosom), dan enzim non-mikrosom. Kedua macam enzim metabolisme ini terutama terdapat dalam sel hati, tetapi juga terdapat di sel jaringan lain misalnya ginjal, paru, epitel, saluran cerna, dan plasma.

Metabolisme/biotransformasi obat adalah proses tubuh merubah komposisi obat sehingga menjadi lebih larut air untuk dapat dibuang keluar tubuh.
Obat dapat dimetabolisme melalui beberapa cara:
a.         Menjadi metabolit inaktif kemudian diekskresikan;
b.        Menjadi metabolit aktif, memiliki kerja farmakologi tersendiri dfan bisa dimetabolisme lanjutan.
Beberapa obat diberikan dalam bentuk tidak aktif kemudian setelah dimetabolisme baru menjadi aktif (prodrugs).
Metabolisme obat terutama terjadi di hati, yakni di membran endoplasmic reticulum (mikrosom) dan di cytosol. Tempat metabolisme yang lain (ekstrahepatik) adalah : dinding usus, ginjal, paru, darah, otak, dan  kulit, juga di lumen kolon (oleh flora usus).
Tujuan metabolisme obat adalah mengubah obat yang nonpolar (larut lemak) menjadi polar (larut air) agar dapat diekskresi melalui ginjal atau empedu. Dengan perubahan ini obat aktif umunya diubah menjadi inaktif, tapi sebagian berubah  menjadi lebih aktif, kurang aktif, atau menjadi toksik.
Faktor-faktor yang mempengaruhi metabolisme:
1.      Kondisi Khusus
Beberapa penyakit tertentu dapat mengurangi metabolisme, al. penyakit hepar seperti sirosis.
2.      Pengaruh Gen
Perbedaan gen individual menyebabkan beberapa orang dapat memetabolisme obat dengan cepat, sementara yang lain lambat.
3.      Pengaruh Lingkungan
Lingkungan juga dapat mempengaruhi metabolisme, contohnya: Rokok, Keadaan stress, Penyakit lama, Operasi, Cedera
4.      Usia
Perubahan umur dapat mempengaruhi metabolisme, bayi vs dewasa vs orang tua.


Tujuan Metabolisme Obat
Mengubah obat menjadi metabolit tidak aktif & tidak toksik (bioinaktivasi) sehingga mudah larut dalam air, lalu diekskresikan dari tubuh.
Mengubah hasil metabolit obat menjadi lebih toksik dibanding dengan senyawa induk (biotoksifikasi).
adalah upaya tubuh dalam mengubah bentuk obat menjadi bentuk lain yang berguna untuk tujuan tertentu. Utamanya adalah mengubah bentuk obat menjadi bentuk hidrofil agar lebih mudah dieksresikan melalui urin.
Reaksi dalam biotransformasi:
  1. Reaksi fase 1: oksidasi, reduksi, dan hidrolisis. Reaksi ini mengubah obat menjadi bentuk lain.
  2. Reaksi fase 2: konjugasi. Reaksi ini penggabungan molekul obat dan hasil metabolisme fase 1 dengan senyawa penkonjugasi endogen tubuh.
Reaksi Oksidasi:
  • Merupakan yang utama dari fase 1.
  • Melibatkan enzim oksidase, monooksigenase (sitokrom 450), dan dioksigenase.
  • Melakukan biotransformasi hampir sebagian obat.
Reaksi Reduksi: berperan sebagian kecil.
Reaksi Biohidrolisis. Reaksi-reaksi yang penting adalah:
  • Perubahan ester dan amida menjadi asam dan alkohol oleh esterase (amidase).
  • Perubahan epoksida menjadi diol.
  • Hidrolisis asetal (glikosida) menjadi glikosidase.
Reaksi Konjugasi penting:
  1. Konjugasi asam sulfat: melibatkan fenol → sulfotransferase.
  2. Konjugasi merkapturat → melibatkan glutation.
  3. Konjugasi glukoronat → reaksi dengan asam glukoronat.
  4. Konjugasi glisin/asam amino → dengan asam karboksilat
  5. Metilasi
  6. Asetilasi → melibatkan asetiltransferase.
Contoh reaksi konjugasi adalah: aspirin dihidrolisis menjadi asam salisilat (bentuk lipofilnya 13%). Apabila dikonjugasikan dengan asam karboksilat (bentuk lipofilnya menjadi 12%), tetapi bila dikonjugasikan denagn glisin (bentuk lipofilnya menjadi 50%).
 
 
Ekskresi
Ekskresi obat artinya eliminasi/pembuangan obat dari tubuh. Sebagian besar obat dibuang dari tubuh oleh ginjal dan melalui urin. Obat jugadapat dibuang melalui paru-paru, eksokrin (keringat, ludah, payudara), kulit dan taraktusintestinal.
Organ terpenting untuk ekskresi obat adalah ginjal. Obat diekskresi melalui ginjal dalam bentuk utuh maupun bentuk metabolitnya. Ekskresi dalam bentuk utuh atau bentuk aktif merupakan cara eliminasi obat melui ginjal. Ekskresi melalui ginjal melibatkan 3 proses, yakni filtrasi glomerulus, sekresi aktif di tubulus. Fungsi ginjal mengalami kematangan pada usia 6-12 bulan, dan setelah dewasa menurun 1% per tahun. Ekskresi obat yang kedua penting adalah melalui empedu ke dalam usus dan keluar bersama feses. Ekskresi melalui paru terutama untuk eliminasi gas anastetik umum (Gunawan, 2009).
Hal-hal lain terkait Farmakokinetik:  
a.       Waktu Paruh
Waktu paruh adalah waktu yang dibutuhkan sehingga setengah dari obat dibuang dari tubuh. Faktor yang mempengaruhi waktu paruh adalah absorpsi, metabolism dan ekskresi.
Waktu paruh penting diketahui untuk menetapkan berapa sering obat harus diberikan.
b.      Onset, puncak, and durasi
Onset adalah Waktu dari saat obat diberikan hingga obat terasa kerjanya. Sangat tergantung rute pemberian dan farmakokinetik obat
Puncak, Setelah tubuh menyerap semakin banyak obat maka konsentrasinya di dalam tubuh semakin meningkat, Namun konsentrasi puncak~ puncak respon
Durasi, Durasi kerjaadalah lama obat menghasilkan suatu efek terapi
 
 
DAFTAR PUSTAKA
http://youngnurse2010.blogspot.com/2012/05/farmakokinetik-dan-farmakodinamik.html
Gunawan, Gan Sulistia. 2009. Farmakologi dan Terapi edisi 5. Jakarta: Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
http://allaboutly.wordpress.com/2013/04/page/2/ 
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar