Farmakokinetik atau kinetika obat adalah nasib obat dalam tubuh atau efek tubuh terhadap obat. Farmakokinetik
mencakup 4 proses, yaitu proses absorpsi (A), distribusi (D), metabolisme (M),
dan ekskresi (E). Metabolisme atau biotransformasi dan ekskresi bentuk utuh
atau bentuk aktif merupakan proses eliminasi obat (Gunawan, 2009). Obat yang masuk ke dalam tubuh melalui berbagai cara pemberian umunya
mengalami absorpsi, distribusi, dan pengikatan untuk sampai di tempat
kerja dan menimbulkan efek. Kemudian dengan atau tanpa biotransformasi,
obat diekskresi dari dalam tubuh.
Absorpsi dan Bioavailabilitas
Kedua istilah tersebut tidak sama artinya. Absorpsi, yang merupakan
proses penyerapan obat dari tempat pemberian, menyangkut kelengkapan dan
kecepatan proses tersebut. Kelengkapan dinyatakan dalam persen dari
jumlah obat yang diberikan. Tetapi secara klinik, yang lebih penting
ialah bioavailabilitas. Istilah ini menyatakan jumlah obat, dalam persen
terhadap dosis, yang mencapai sirkulasi sistemik dalam bentuk
utuh/aktif. Ini terjadi karena untuk obat-obat tertentu, tidak semua
yang diabsorpsi dari tempat pemberian akan mencapai sirkulasi sestemik.
Sebagaian akan dimetabolisme oleh enzim di dinding ususpada pemberian
oral dan/atau di hati pada lintasan pertamanya melalui organ-organ
tersebut. Metabolisme ini disebut metabolisme atau eliminasi lintas
pertama (first pass metabolism or elimination) atau eliminasi
prasistemik. Obat demikian mempunyai bioavailabilitas oral yang tidak
begitu tinggi meskipun absorpsi oralnya mungkin hampir sempurna. Jadi
istilah bioavailabilitas menggambarkan kecepatan dan kelengkapan
absorpsi sekaligus metabolisme obat sebelum mencapai sirkulasi
sistemik.Eliminasi lintas pertama ini dapat dihindari atau dikurangi
dengan cara pemberian parenteral (misalnya lidokain), sublingual
(misalnya nitrogliserin), rektal, atau memberikannya bersama makanan.
Absorpsi merupakan proses masuknya obat dari tempat pemberian ke dalam
darah. Bergantung pada cara pemberiannya, tempat pemberian obat adalah saluran
cerna (mulut sampai rektum), kulit, paru, otot, dan lain-lain. Yang terpenting
adalah cara pemberian obat per oral, dengan cara ini tempat absorpsi utama
adalah usus halus karena memiliki permukaan absorpsi yang sangat luas, yakni
200 meter persegi (panjang 280 cm, diameter 4 cm, disertai dengan vili dan mikrovili ) (Gunawan, 2009).
Absorpsi obat meliputi proses obat dari saat dimasukkan ke dalam tubuh,
melalui jalurnya hingga masuk ke dalam sirkulasi sistemik. Pada level
seluler, obat diabsorpsi melalui beberapa metode,
terutama transport aktif dan transport pasif.
Gambar 1. 1 Proses Absorbsi Obat
a.
Metode absorpsi
-
Transport
pasif
Transport pasif tidak memerlukan energi, sebab hanya dengan
proses difusi obat dapat berpindah dari daerah dengan kadar konsentrasi tinggi
ke daerah dengan konsentrasi rendah. Transport aktif terjadi selama
molekul-molekul kecil dapat berdifusi sepanjang membrane dan berhenti bila
konsentrasi pada kedua sisi membrane seimbang.
-
Transport
Aktif
Transport aktif membutuhkan energy untuk menggerakkan obat
dari daerah dengan konsentrasi obat rendah ke daerah dengan konsentrasi obat
tinggi
b.
Kecepatan Absorpsi
Apabila pembatas antara obat aktif dan sirkulasi sitemik hanya
sedikit sel. Absorpsi terjadi cepat dan obat segera mencapai level pengobatan dalam
tubuh.
-
Detik s/d menit: SL, IV, inhalasi
-
Lebih lambat: oral, IM, topical kulit,
lapisan intestinal, otot
-
Lambat sekali, berjam-jam /
berhari-hari: per rektal/ sustained frelease.
c.
Faktor yang
mempengaruhi penyerapan
1.
Aliran darah ke tempat absorpsi
2.
Total luas permukaan yang tersedia sebagai
tempat absorpsi
3.
Waktu kontak permukaan absorpsi
d.
Kecepatan Absorpsi
1.
Diperlambat
oleh nyeri dan stress
Nyeri dan stress mengurangi aliran darah, mengurangi pergerakan
saluran cerna, retensi gaster
2.
Makanan tinggi
lemak
Makanan tinggi lemak dan padat akan menghambat pengosongan lambung
dan memperlambat waktu absorpsi obat
3.
Faktor bentuk
obat
Absorpsi dipengaruhi formulasi obat: tablet, kapsul, cairan,
sustained release, dll)
4.
Kombinasi
dengan obat lain
Interaksi satu obat dengan obat lain dapat meningkatkan atau memperlambat
tergantung jenis obat
Obat yang diserap oleh usus halus ditransport ke hepar sebelum
beredar ke seluruh tubuh. Hepar memetabolisme banyak obat sebelum masuk ke sirkulasi.
Hal ini yang disebut dengan efek first-pass. Metabolisme hepar dapat menyebabkan
obat menjadi inaktif sehingga menurunkan jumlah obat yang sampai ke sirkulasi sistemik,
jadi dosis obat yang diberikan harus banyak.
Distribusi
Setelah diabsorpsi, obat akan didistribusi ke seluruh tubuh melalui sirkulasi darah. Selain tergantung dari aliran darah, distribusi obat juga ditentukan oleh sifat fisikokimianya. Distribusi obat dibedakan atas 2 fase berdasarkan penyebarannya di dalam tubuh. Distribusi fase pertama terjadi segera setelah penyerapan, yaitu ke organ yang perfusinya sangat baik misalnya jantung, hati, ginjal, dan otak. Selanjutnya, distribusi fase kedua jauh lebih luas yaitu mencakup jaringan yang perfusinya tidak sebaik organ di atas misalnya otot, visera, kulit, dan jaringan lemak. Distribusi ini baru mencapai keseimbangan setelah waktu yang lebih lama. Difusi ke ruang interstisial jaringan terjadi karena celah antarsel endotel kapiler mampu melewatkan semua molekul obat bebas, kecuali di otak. Obat yang mudah larut dalam lemak akan melintasi membran sel dan terdistribusi ke dalam otak, sedangkan obat yang tidak larut dalam lemak akan sulit menembus membran sel sehingga distribusinya terbatas terurama di cairan ekstrasel. Distribusi juga dibatasi oleh ikatan obat pada protein plasma, hanya obat bebas yang dapat berdifusi dan mencapai keseimbangan. Derajat ikatan obat dengan protein plasma ditentukan oleh afinitas obat terhadap protein, kadar obat, dan kadar proteinnya sendiri. Pengikatan obat oleh protein akan berkurang pada malnutrisi berat karena adanya defisiensi protein.
Setelah diabsorpsi, obat akan didistribusi ke seluruh tubuh melalui sirkulasi darah. Selain tergantung dari aliran darah, distribusi obat juga ditentukan oleh sifat fisikokimianya. Distribusi obat dibedakan atas 2 fase berdasarkan penyebarannya di dalam tubuh. Distribusi fase pertama terjadi segera setelah penyerapan, yaitu ke organ yang perfusinya sangat baik misalnya jantung, hati, ginjal, dan otak. Selanjutnya, distribusi fase kedua jauh lebih luas yaitu mencakup jaringan yang perfusinya tidak sebaik organ di atas misalnya otot, visera, kulit, dan jaringan lemak. Distribusi ini baru mencapai keseimbangan setelah waktu yang lebih lama. Difusi ke ruang interstisial jaringan terjadi karena celah antarsel endotel kapiler mampu melewatkan semua molekul obat bebas, kecuali di otak. Obat yang mudah larut dalam lemak akan melintasi membran sel dan terdistribusi ke dalam otak, sedangkan obat yang tidak larut dalam lemak akan sulit menembus membran sel sehingga distribusinya terbatas terurama di cairan ekstrasel. Distribusi juga dibatasi oleh ikatan obat pada protein plasma, hanya obat bebas yang dapat berdifusi dan mencapai keseimbangan. Derajat ikatan obat dengan protein plasma ditentukan oleh afinitas obat terhadap protein, kadar obat, dan kadar proteinnya sendiri. Pengikatan obat oleh protein akan berkurang pada malnutrisi berat karena adanya defisiensi protein.
Distribusi obat adalah proses obat dihantarkan dari sirkulasi sistemik ke jaringan dan cairan tubuh.
Distribusi obat yang
telah diabsorpsi tergantung beberapa faktor:
a.
Aliran darah
Setelah obat sampai ke aliran darah,
segera terdistribusi ke organ berdasarkan jumlah aliran darahnya.
Organ dengan aliran darah terbesar
adalah Jantung, Hepar, Ginjal.
Sedangkan distribusi ke organ lain seperti
kulit,
lemak dan otot lebih lambat
b.
Permeabilitas kapiler
Tergantung pada struktur kapiler dan struktur obat
Tergantung pada struktur kapiler dan struktur obat
c.
Ikatan protein
Obat yang beredar di seluruh tubuh dan berkontak dengan
protein dapat terikat atau bebas. Obat yang terikat protein tidak aktif dan tidak
dapat bekerja. Hanya obat bebas yang dapat memberikan efek. Obat dikatakan berikatan
protein tinggi bila >80% obat terikat protein
Biotransformasi / Metabolisme
adalah upaya tubuh dalam mengubah bentuk obat menjadi bentuk lain yang berguna untuk tujuan tertentu. Utamanya adalah mengubah bentuk obat menjadi bentuk hidrofil agar lebih mudah dieksresikan melalui urin.
Enzim yang berperan dalam metabolisme
Tujuan Metabolisme Obat
Mengubah obat menjadi metabolit tidak aktif & tidak toksik (bioinaktivasi) sehingga mudah larut dalam air, lalu diekskresikan dari tubuh.
Mengubah hasil metabolit obat menjadi lebih toksik dibanding dengan senyawa induk (biotoksifikasi).
adalah upaya tubuh dalam mengubah bentuk obat menjadi bentuk lain yang berguna untuk tujuan tertentu. Utamanya adalah mengubah bentuk obat menjadi bentuk hidrofil agar lebih mudah dieksresikan melalui urin.
Reaksi dalam biotransformasi:
Reaksi Biohidrolisis. Reaksi-reaksi yang penting adalah:
adalah upaya tubuh dalam mengubah bentuk obat menjadi bentuk lain yang berguna untuk tujuan tertentu. Utamanya adalah mengubah bentuk obat menjadi bentuk hidrofil agar lebih mudah dieksresikan melalui urin.
Enzim yang berperan dalam metabolisme
- Enzim yang terikat pada struktur: bersifat spesifik terhadap substrat. Misalnya glukoronil transferase dan monooksigenase.
- Enzim yang tidak terikat pada struktur: bersifat tidak spesifik pada substrat. Contoh enzimnya adalah: esterase, aminase, dan sulfotransferase.
Metabolisme/biotransformasi obat adalah proses tubuh merubah komposisi
obat sehingga menjadi lebih larut air untuk dapat dibuang keluar tubuh.
Obat dapat dimetabolisme
melalui beberapa cara:
a.
Menjadi metabolit inaktif kemudian diekskresikan;
b.
Menjadi metabolit aktif, memiliki kerja
farmakologi tersendiri dfan bisa dimetabolisme lanjutan.
Beberapa obat diberikan dalam bentuk
tidak aktif kemudian setelah dimetabolisme baru menjadi aktif (prodrugs).
Metabolisme
obat terutama terjadi di hati, yakni di membran endoplasmic reticulum
(mikrosom) dan di cytosol. Tempat metabolisme yang lain (ekstrahepatik) adalah
: dinding usus, ginjal, paru, darah, otak, dan
kulit, juga di lumen kolon (oleh flora usus).
Tujuan
metabolisme obat adalah mengubah obat yang nonpolar (larut lemak) menjadi polar
(larut air) agar dapat diekskresi melalui ginjal atau empedu. Dengan perubahan
ini obat aktif umunya diubah menjadi inaktif, tapi sebagian berubah menjadi lebih aktif, kurang aktif, atau
menjadi toksik.
Faktor-faktor yang
mempengaruhi metabolisme:
1.
Kondisi Khusus
Beberapa penyakit tertentu dapat mengurangi metabolisme, al.
penyakit hepar seperti sirosis.
2.
Pengaruh Gen
Perbedaan gen individual menyebabkan beberapa orang dapat memetabolisme
obat dengan cepat, sementara yang lain lambat.
3.
Pengaruh Lingkungan
Lingkungan juga dapat mempengaruhi metabolisme, contohnya: Rokok,
Keadaan stress, Penyakit lama, Operasi, Cedera
4.
Usia
Perubahan umur dapat mempengaruhi metabolisme, bayi vs dewasa
vs orang tua.
Tujuan Metabolisme Obat
Mengubah obat menjadi metabolit tidak aktif & tidak toksik (bioinaktivasi) sehingga mudah larut dalam air, lalu diekskresikan dari tubuh.
Mengubah hasil metabolit obat menjadi lebih toksik dibanding dengan senyawa induk (biotoksifikasi).
adalah upaya tubuh dalam mengubah bentuk obat menjadi bentuk lain yang berguna untuk tujuan tertentu. Utamanya adalah mengubah bentuk obat menjadi bentuk hidrofil agar lebih mudah dieksresikan melalui urin.
Reaksi dalam biotransformasi:
- Reaksi fase 1: oksidasi, reduksi, dan hidrolisis. Reaksi ini mengubah obat menjadi bentuk lain.
- Reaksi fase 2: konjugasi. Reaksi ini penggabungan molekul obat dan hasil metabolisme fase 1 dengan senyawa penkonjugasi endogen tubuh.
- Merupakan yang utama dari fase 1.
- Melibatkan enzim oksidase, monooksigenase (sitokrom 450), dan dioksigenase.
- Melakukan biotransformasi hampir sebagian obat.
Reaksi Biohidrolisis. Reaksi-reaksi yang penting adalah:
- Perubahan ester dan amida menjadi asam dan alkohol oleh esterase (amidase).
- Perubahan epoksida menjadi diol.
- Hidrolisis asetal (glikosida) menjadi glikosidase.
- Konjugasi asam sulfat: melibatkan fenol → sulfotransferase.
- Konjugasi merkapturat → melibatkan glutation.
- Konjugasi glukoronat → reaksi dengan asam glukoronat.
- Konjugasi glisin/asam amino → dengan asam karboksilat
- Metilasi
- Asetilasi → melibatkan asetiltransferase.
Ekskresi
Ekskresi obat artinya eliminasi/pembuangan obat dari tubuh.
Sebagian besar obat dibuang dari tubuh oleh ginjal dan melalui urin. Obat jugadapat
dibuang melalui paru-paru, eksokrin (keringat, ludah, payudara), kulit dan taraktusintestinal.
Organ
terpenting untuk ekskresi obat adalah ginjal. Obat diekskresi melalui ginjal
dalam bentuk utuh maupun bentuk metabolitnya. Ekskresi dalam bentuk utuh atau
bentuk aktif merupakan cara eliminasi obat melui ginjal. Ekskresi melalui
ginjal melibatkan 3 proses, yakni filtrasi glomerulus, sekresi aktif di
tubulus. Fungsi ginjal mengalami kematangan pada usia 6-12 bulan, dan setelah
dewasa menurun 1% per tahun. Ekskresi obat yang kedua penting adalah melalui
empedu ke dalam usus dan keluar bersama feses. Ekskresi melalui paru terutama
untuk eliminasi gas anastetik umum (Gunawan, 2009).
Hal-hal lain
terkait Farmakokinetik:
a.
Waktu Paruh
Waktu paruh adalah waktu yang dibutuhkan sehingga setengah dari
obat dibuang dari tubuh. Faktor yang mempengaruhi waktu paruh adalah absorpsi, metabolism
dan ekskresi.
Waktu paruh penting diketahui untuk menetapkan berapa sering obat
harus diberikan.
b.
Onset,
puncak, and durasi
Onset adalah Waktu dari saat obat
diberikan hingga obat terasa kerjanya. Sangat tergantung rute pemberian dan farmakokinetik
obat
Puncak, Setelah tubuh menyerap
semakin banyak obat maka konsentrasinya di dalam tubuh semakin meningkat, Namun
konsentrasi puncak~ puncak respon
Durasi, Durasi kerjaadalah
lama obat menghasilkan suatu efek terapi
DAFTAR PUSTAKA
http://youngnurse2010.blogspot.com/2012/05/farmakokinetik-dan-farmakodinamik.html
Gunawan, Gan Sulistia.
2009. Farmakologi dan Terapi edisi 5.
Jakarta: Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
http://allaboutly.wordpress.com/2013/04/page/2/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar