Selasa, 23 Juli 2013

GOOOOOOLLLLLL darah hehehe

Golongan darah adalah ciri khusus darah dari suatu individu karena adanya perbedaan jenis karbohidrat dan protein pada permukaan membran sel darah merah. Dengan kata lain, golongan darah ditentukan oleh jumlah zat (kemudian disebut antigen) yang terkandung di dalam sel darah merah.


Ada dua jenis penggolongan darah yang paling penting, yaitu penggolongan ABO dan Rhesus (faktor Rh). Selain sistem ABO dan Rh, masih ada lagi macam penggolongan darah lain yang ditentukan berdasarkan antigen yang terkandung dalam sel darah merah. Di dunia ini sebenarnya dikenal sekitar 46 jenis antigen selain antigen ABO dan Rh, hanya saja lebih jarang dijumpai.

Salah satunya Diego positif yang ditemukan hanya pada orang Asia Selatan dan pribumi Amerika. Dari sistem MNS didapat golongan darah M, N dan MN yang berguna untuk tes kesuburan. Duffy negatif yang ditemukan di populasi Afrika. Sistem Lutherans mendeskripsikan satu set 21 antigen.

Pada sistem ABO, yang menentukan golongan darah adalah antigen A dan B, sedangkan pada Rh faktor, golongan darah ditentukan adalah antigen Rh (dikenal juga sebagai antigen D).

Jika hasil tes darah di laboratorium seseorang dinyatakan tidak memiliki antigen Rh, maka ia memiliki darah dengan Rh negatif (Rh-), sebaliknya bila ditemukan antigen Rh pada pemeriksaan, maka ia memiliki darah dengan Rh positif (Rh+).


Sejarah

Jauh sebelum sistem golongan darah Rhesus ditemukan, telah dikenal gejala klinis yang disebut dengan hydrops fetalis, jaundice dan kernicterus.  Umumnya, bayi meninggal beberapa hari sesudah dilahirkan.

Pada tahun 1921, von Gierke mengemukakan pendapatnya bahwa hydrops fetalis, jaundice dan kernicterus mungkin bukanlah beberapa hal yang berdiri sendiri, melainkan suatu perjalanan penyakit karena suatu penyebab.

Pada saat itu telah diketahui bahwa pada kasus hydrops fetalis, jaundice dan kernicterus, janin/bayi yang menderita penyakit ini juga mengalami anemia berat, dan pada pemeriksaan laboratorium terlihat  hemolisis serta adanya peningkatan jumlah eritroblast yang sangat tinggi.

Pada tahun 1932, Diamond dkk menyatakan bahwa hydrops fetalis, jaundice, kernicterus, serta hemolisisdi masukkan  ke dalam satu proses patologik yang dinamakan erythroblastosis fetalis. Sekarang, erythroblastosis fetalis dinamakan Hemolytic Disease of the Newborn (HDN) atau Hemolytic Disease of the Fetus and Newborn (HDFN).

Selama beberapa tahun, penyebab hemolisis belum diketahui, sampai akhirnya pada tahun 1938, Darrow mengemukakan usulan bahwa patomekanisme dari erythroblastosis fetalis adalah reaksi antigen-antibodi. Darrow memperkirakan hemoglobin janin dianggap sebagai imunogen bagi ibu, sehingga sistem imun ibu memproduksi antibodi terhadap sel darah merah janin. 

Dengan adanya antibodi ibu terhadap sel darah merah janin maka terjadilah respon imun yang melisiskan sel darah merah janin. Pendapat Darrow pada waktu itu bahwa reaksi antigen-antibodi merupakan dasar terjadinya  erythroblastosis fetalis memang masih merupakan teori, namun pendapat itu sudah merupakan koreksi terhadap pendapat sebelumnya.

Pada tahun 1939, Levine dan Stetson melaporkan tentang seorang ibu yang mengalami dua kejadian yaitu reaksi transfusi setelah mendapat transfusi darah dari suaminya, dan janin/bayi si ibu mengalami HDN. Si ibu mengalami reaksi transfusi yang sekarang dikenal dengan nama Acute Hemolytic Transfusion Reaction (reaksi hemolisis akut karena transfusi).
 
Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan bahwa si ibu ternyata membentuk antibodi terhadap sel darah merah suaminya, namun belum diketahui jenis antigen apa pada sel darah merah suaminya yang dikenali oleh antibodi ibu.  

Dari pemeriksaan ini, reaksi transfusi yang terjadi pada si ibu telah dapat diterangkan, tetapi mengapa terjadi HDN belum dapat dijelaskan. Pada saat itu, adanya antibodi ibu terhadap sel darah merah suaminya belum dikaitkan dengan kasus HDN yang terjadi. Apalagi beberapa waktu sesudah kejadian itu, didapatkan si ibu tidak memproduksi lagi antibodi terhadap sel darah merah suaminya. Kejadian ini berlalu tanpa dikaitkan dengan HDN yang terjadi, dan dianggap sebagai kejadian yang terpisah.

Di tahun 1940 dan 1941, Landsteiner dan Weiner mendeskripsikan eksperimen yang mereka lakukan pada guinea pigs dan kelinci. Eksperimen tersebut adalah sebagai berikut: 

  • pertama, mereka mengimunisasi / menyuntikkan sel darah merah kera rhesus ke guinea pigs dan kelinci. Dengan imunisasi ini maka guinea pigs dan kelinci membentuk antibodi terhadap sel darah merah kera Rhesus (oleh penelitinya antibodi ini dinamakan anti-Rhesus).  
  • Kedua, anti-Rhesus  ini diambil dan direaksikan / dicampur dengan sel darah manusia dari berbagai individu.  
  • Ketiga, reaksi dari campuran tersebut diamati, positif atau negatif. Disebut reaksi positif,  bila sel darah merah manusia menjadi lisis dan disebut reaksi negatif bila sel darah merah manusia tidak lisis. Ternyata, 85% eksperimen menunjukkan reaksi positif. Dengan demikian disimpulkan bahwa anti-Rhesus juga bereaksi terhadap sel darah merah manusia. Dengan kata lain, pada sebagian besar sel darah manusia terdapat antigen yang dikenali oleh anti-Rhesus. Sel darah merah yang TIDAK lisis (15%) berarti tidak mempunyai antigen yang dikenali oleh antibodi tersebut (gambar 1). Di dunia, populasi dengan Rhesus (+), 85% populasi berada di Eropa Barat dan Amerika Utara. 
Gambar 1
Antigen yang dikenali oleh anti-Rhesus disebut dengan antigen Rhesus. Dengan demikian pada sel darah manusia terdapat antigen yang sama dengan yang terdapat pada sel darah merah kera rhesus yaitu antigen Rhesus. Sel darah merah manusia yang mempunyai antigen Rhesus akan lisis bila direaksikan dengan anti-Rhesus, tetapi sel darah merah manusia yang tidak mempunyai antigen Rhesus tidak akan lisis bila direaksikan dengan anti-Rhesus (gambar 1).

Jadi sejak saat itu diketahui bahwa berdasarkan ada tidaknya antigen-Rh, maka golongan darah manusia dibedakan atas dua kelompok, yaitu : 
  • Rh-positif (Rh+), berarti darahnya memiliki antigen-Rh yang ditunjukkan dengan reaksi positif atau terjadi penggumpalan eritrosit pada waktu dilakukan tes dengan anti-Rh (antibodi Rh). 
  • Rh-negatif (Rh-), berarti darahnya tidak memiliki antigen-Rh yang ditunjukkan dengan reaksi negatif atau tidak terjadi penggumpalan saat dilakukan tes dengan anti-Rh (antibodi Rh).


Sistem ABO

Karl Landsteiner, seorang ilmuwan asal Austria yang menemukan 3 dari 4 golongan darah dalam sistem ABO pada tahun 1900 dengan cara memeriksa golongan darah beberapa teman sekerjanya. Percobaan sederhana ini pun dilakukan dengan mereaksikan sel darah merah dengan serum dari para donor.
Hasilnya adalah dua macam reaksi (menjadi dasar antigen A dan B, dikenal dengan golongan darah A dan B) dan satu macam tanpa reaksi (tidak memiliki antigen, dikenal dengan golongan darah O). Kesimpulannya ada dua macam antigen A dan B di sel darah merah yang disebut golongan A dan B, atau sama sekali tidak ada reaksi yang disebut golongan O.
Kemudian Alfred Von Decastello dan Adriano Sturli yang masih kolega dari Landsteiner menemukan golongan darah AB pada tahun 1901. Pada golongan darah AB, kedua antigen A dan B ditemukan secara bersamaan pada sel darah merah sedangkan pada serum tidak ditemukan antibodi.
Penyebaran golongan darah A, B, O dan AB bervariasi di dunia tergantung populasi atau ras. Salah satu pembelajaran menunjukkan distribusi golongan darah terhadap populasi yang berbeda-beda.

Tabel distribusi golongan darah



Tidak ada komentar:

Posting Komentar