"Vaksin MMR menyebabkan gangguan sistem percernaan dan
penyerapan nutrisi sehingga mengganggu perkembangan otak anak dan
mencetus autisme."
Pernyataan tersebut dikeluarkan oleh Dr. Andrew Wakefield dari The Royal Free Hospital and School of Medicine, London. Dr. Andrew meneliti 12 anak yang mendapatkan imunisasi MMR, dan menemukan 8 dari mereka lalu menderita autisme. Penggunaan thimerosal bermerkuri di vaksin MMR juga dituduhnya menyebabkan autisme.
berita terkini yang saya baca menyatakan :
Dr Andrew Wakefield, pria di balik kontroversi vaksin MMR terkait dengan autisme pada anak, dinyatakan telah bertindak secara "tidak jujur" dan "tidak bertanggung jawab" dalam melakukan penelitiannya. Hal itu dinyatakan oleh The General Medical Council (GMC), semacam ikatan dokter di Inggris.
Selain Wakefield, dua dokter lain yang terlibat dalam penelitian tersebut, yakni Dr Simon Murch dan Profesor John Walker-Smith, juga dinyatakan telah menyalahi etika. Keputusan ini dikeluarkan setelah proses dengar pendapat selama dua tahun.
Para dewan dokter GMC menilai, Wakefield dan timnya telah melakukan tindakan tes pada anak-anak secara invasif dan tidak nyaman, termasuk kolonoskopi dan pemindaian otak, yang sebenarnya tidak diperlukan, untuk membuktikan teori Wakefield.
General Medical Council juga menilai, tim peneliti mengambil contoh darah secara tidak etis, yakni membayar tiap anak sebesar 5 poundsterling. Para responden yang diambil contoh darahnya adalah anak-anak yang menghadiri pesta ulang tahun anak Wakefield.
Dalam kasus ini, GMC tidak melakukan investigasi untuk menilai apakah hasil riset yang dibuat Wakefield benar atau salah, melainkan berfokus pada metode yang dipakai dalam riset.
Hasil penelitian yang dilakukan Wakefield dan timnya telah membuat heboh karena menyatakan vaksin MMR (measles, mumps, dan rubela) sebagai pencetus autisme. Ia memublikasikan risetnya pada jurnal kesehatan Lancet pada Februari 1998. Dalam penelitiannya itu, Wakefield menggunakan responden 8 anak.
Wakefield menyatakan bahwa anak-anak seharusnya tidak diberikan tiga jenis vaksinasi sekaligus, melainkan terpisah dengan jarak minimal setahun.
Para peneliti merespons hasil riset Wakefield dengan melakukan penelitian lain. Namun, berbagai studi tidak menemukan adanya perbedaan kasus autis antara anak yang belum divaksin MMR dan yang sudah. Beberapa studi juga menyanggah Wakefield karena tidak ditemukan kaitan antara vaksin dan autisme.
Saat ini GMC mempertimbangkan sanksi yang akan diberikan kepada Wakefield dan koleganya, salah satunya adalah mencabut izin praktik dokternya. "Saat ini yang penting adalah membangun kepercayaan para orangtua bahwa vaksin MMR aman," kata Dr Shona Hilton, anggota Medical Research Council.
Faktanya, hasil penelitian Dokter Andrew ditentang banyak pihak, sebab sampel yang digunakan sangat sedikit (12 anak) dan tidak mewakili populasi. Di Indonesia, vaksin MMR telah digunakan di berbagai rumah sakit dan klinik, meski belum termasuk wajib dalam Program Imunisasi Nasional.
Vaksin MMR yang dipasarkan di Indonesia telah dievaluasi dari segi efektivitas, keamanan dan mutu oleh Komite Nasional Penilai Obat Jadi (Komnas POJ) dan mendapat izin edar. Keamanan vaksin MMR sudah dibuktikan lewat berbagai penelitian di luar negeri, berdasarkan pengamatan 30 tahun terhadap 250 juta dosis vaksin MMR di lebih dari 40 negara (Eropa, Amerika Utara, Australia dan Asia). Laporan terakhir mengenai keamanan dilaporkan Finlandia yang menggunakannya selama 14 tahun. Hasil studi pada 1,8 juta anak yang menggunakan 3 juta dosis vaksin MMR, menunjukkan tidak ada laporan kasus autisme yang berhubungan dengan penggunaan vaksin MMR.
Pihak berwenang seperti CDC (Center for Disease Control and Prevention), FDA dan WHO, menyatakan tidak ditemukan bukti thimerosal menyebabkan autisme.
Pernyataan tersebut dikeluarkan oleh Dr. Andrew Wakefield dari The Royal Free Hospital and School of Medicine, London. Dr. Andrew meneliti 12 anak yang mendapatkan imunisasi MMR, dan menemukan 8 dari mereka lalu menderita autisme. Penggunaan thimerosal bermerkuri di vaksin MMR juga dituduhnya menyebabkan autisme.
berita terkini yang saya baca menyatakan :
Dr Andrew Wakefield, pria di balik kontroversi vaksin MMR terkait dengan autisme pada anak, dinyatakan telah bertindak secara "tidak jujur" dan "tidak bertanggung jawab" dalam melakukan penelitiannya. Hal itu dinyatakan oleh The General Medical Council (GMC), semacam ikatan dokter di Inggris.
Selain Wakefield, dua dokter lain yang terlibat dalam penelitian tersebut, yakni Dr Simon Murch dan Profesor John Walker-Smith, juga dinyatakan telah menyalahi etika. Keputusan ini dikeluarkan setelah proses dengar pendapat selama dua tahun.
Para dewan dokter GMC menilai, Wakefield dan timnya telah melakukan tindakan tes pada anak-anak secara invasif dan tidak nyaman, termasuk kolonoskopi dan pemindaian otak, yang sebenarnya tidak diperlukan, untuk membuktikan teori Wakefield.
General Medical Council juga menilai, tim peneliti mengambil contoh darah secara tidak etis, yakni membayar tiap anak sebesar 5 poundsterling. Para responden yang diambil contoh darahnya adalah anak-anak yang menghadiri pesta ulang tahun anak Wakefield.
Dalam kasus ini, GMC tidak melakukan investigasi untuk menilai apakah hasil riset yang dibuat Wakefield benar atau salah, melainkan berfokus pada metode yang dipakai dalam riset.
Hasil penelitian yang dilakukan Wakefield dan timnya telah membuat heboh karena menyatakan vaksin MMR (measles, mumps, dan rubela) sebagai pencetus autisme. Ia memublikasikan risetnya pada jurnal kesehatan Lancet pada Februari 1998. Dalam penelitiannya itu, Wakefield menggunakan responden 8 anak.
Wakefield menyatakan bahwa anak-anak seharusnya tidak diberikan tiga jenis vaksinasi sekaligus, melainkan terpisah dengan jarak minimal setahun.
Para peneliti merespons hasil riset Wakefield dengan melakukan penelitian lain. Namun, berbagai studi tidak menemukan adanya perbedaan kasus autis antara anak yang belum divaksin MMR dan yang sudah. Beberapa studi juga menyanggah Wakefield karena tidak ditemukan kaitan antara vaksin dan autisme.
Saat ini GMC mempertimbangkan sanksi yang akan diberikan kepada Wakefield dan koleganya, salah satunya adalah mencabut izin praktik dokternya. "Saat ini yang penting adalah membangun kepercayaan para orangtua bahwa vaksin MMR aman," kata Dr Shona Hilton, anggota Medical Research Council.
Faktanya, hasil penelitian Dokter Andrew ditentang banyak pihak, sebab sampel yang digunakan sangat sedikit (12 anak) dan tidak mewakili populasi. Di Indonesia, vaksin MMR telah digunakan di berbagai rumah sakit dan klinik, meski belum termasuk wajib dalam Program Imunisasi Nasional.
Vaksin MMR yang dipasarkan di Indonesia telah dievaluasi dari segi efektivitas, keamanan dan mutu oleh Komite Nasional Penilai Obat Jadi (Komnas POJ) dan mendapat izin edar. Keamanan vaksin MMR sudah dibuktikan lewat berbagai penelitian di luar negeri, berdasarkan pengamatan 30 tahun terhadap 250 juta dosis vaksin MMR di lebih dari 40 negara (Eropa, Amerika Utara, Australia dan Asia). Laporan terakhir mengenai keamanan dilaporkan Finlandia yang menggunakannya selama 14 tahun. Hasil studi pada 1,8 juta anak yang menggunakan 3 juta dosis vaksin MMR, menunjukkan tidak ada laporan kasus autisme yang berhubungan dengan penggunaan vaksin MMR.
Pihak berwenang seperti CDC (Center for Disease Control and Prevention), FDA dan WHO, menyatakan tidak ditemukan bukti thimerosal menyebabkan autisme.
Dan sebenarnya, keamanan vaksin MMR telah dibuktikan melalui berbagai
penelitian di luar negeri. Badan Kesehatan Dunia (WHO) dan Pusat
Pemberantasan Penyakit Menular Dunia (CDC) juga sudah mengeluarkan
pernyataan resmi bahwa tidak ada bukti yang bisa mengaitkan pemberian
imunisasi dengan timbulnya autisme pada anak.
Kadar thimerosal (zat pengawet mengandung merkuri) yang digunakan dalam vaksin MMR juga amat rendah dan akan segera dikeluarkan dari tubuh melalui feses. WHO juga menekankan, jenis merkuri yang terkandung di dalam thimerosal bukanlah merkuri aktif yang bersifat toksik (racun) serta bisa merusak ginjal, saraf, dan otak.
Setelah divaksinasi, terbukti pula bahwa kadar merkuri dalam darah pasien tidak mengalami peningkatan.
Kadar thimerosal (zat pengawet mengandung merkuri) yang digunakan dalam vaksin MMR juga amat rendah dan akan segera dikeluarkan dari tubuh melalui feses. WHO juga menekankan, jenis merkuri yang terkandung di dalam thimerosal bukanlah merkuri aktif yang bersifat toksik (racun) serta bisa merusak ginjal, saraf, dan otak.
Setelah divaksinasi, terbukti pula bahwa kadar merkuri dalam darah pasien tidak mengalami peningkatan.
Bagaimana menyikapi?Beri anak vaksinasi MMR, bila masih ragu, diskusikan dengan dokter apa yang menjadi keraguan Anda. Vaksi MMR penting untuk mencegah penyakit campak, gondongan dan rubella. Ketiganya adalah jenis penyakit berbahaya yang mudah menyerang anak-anak. Meskipun belum imunisasi wajib namun merupakan anjuran dari Depkes dan IDAI
Vaksin MMR merupakan vaksin yang ditujukan untuk mencegah timbulnya penyakit Mumps (gondongan), Measles (campak), dan Rubella (campak jerman).
IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia) merekomendasikan pemberian vaksin MMR sebanyak 2 kali yaitu pada usia 15 bulan dan diulang pada usia 6 tahun.
Bila anak sedang mengalami sakit sedang sampai berat maka pemberian
vaksin perlu ditunda sampai menunggu anak sehat. Tetapi bila anak sakit
ringan saja pada saat jadwal pemberian vaksin (seperti misalnya
batuk-pilek biasa) maka vaksin tetap dapat diberikan.
Vaksin MMR seringkali dikaitkan dengan kejadian autis dan dikatakan bahwa vaksin MMR mengandung thimerosal
(merkuri) sebagai pengawet vaksin. Banyak penelitian yang mencoba untuk
meneliti mengenai hubungan ini dan ternyata tidak ditemukan hubungan
yang signifikan. WHO, dalam website resminya pun sudah mengatakan bahwa
tidak terbukti adanya hubungan antara vaksin MMR dengan kejadian autis
pada anak.
Penyakit mumps (parotitis) disebabkan virus mumps yang menyerang
kelenjar air liur di mulut,
dan banyak diderita anak-anak dan orang muda. Semakin tinggi usia
penderita
mumps, gejala yang dirasakan semakin hebat. Kebanyakan orang menderita
penyakit
mumps hanya sekali seumur hidup.
Penyakit measles (campak) disebabkan virus campak. Gejala campak yaitu
demam,
menggigil, serta hidung dan mata berair. Timbul ruam-ruam pada kulit
berupa
bercak dan bintil merah pada kulit muka, leher, dan selaput lendir
mulut. Saat
penyakit campak memuncak, suhu tubuh bisa mencapai 40oC.
Penyakit rubella disebabkan virus rubella. Rubella
mengakibatkan ruam pada kulit
menyerupai campak, radang selaput lendir, dan radang selaput tekak.
Ruam
rubella biasanya hilang dalam waktu 2-3 hari. Gejala rubella berupa
sakit
kepala, kaku pada persendian, dan rasa lemas. Biasanya rubella diderita
setelah
penderita berusia belasan tahun atau dewasa. Bila bayi baru lahir atau
anak
balita terinfeksi rubella, bisa mengakibatkan kebutaan. Bila wanita
hamil
terinfeksi rubella, dapat mempengaruhi pertumbuhan janin. Bayi
umumnya
lahir dengan cacat fisik (buta tuli) dan keterbelakangan mental.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.ayahbunda.co.id/Artikel/Gizi+dan+Kesehatan/perlu.tidaknya.vaksinasi.mmr/001/001/709/1/4
http://www.kiddiecarecentre.com/imunisasi/vaksin-mmr.html
http://www.imunisasi.net/MMR.html
http://kesehatan.kompas.com/read/2010/01/29/1102535/Dokter.Pemicu.Kontroversi.Vaksin.MMR.Dijatuhi.Sanksi
DokterVaksin.com Melayani Vaksin Meningitis, Yellow Fever, Haji dan Umrah di Indonesia
BalasHapus