Selasa, 30 Juli 2013

Plennary Discussion blok 5 Kedokteran Umum



Semoga bermanfaat yak hahaha :D
salam
dari dewi cantik :D  (Aamiin, semoga bisa cantik lahir dan bathin, Aamiin Ya Rabb)

1.       Jelaskan definisi edema?
Edema adalah suaru keadaan meningkatnya volume air  pada interstitial, seperti
ascites (pada rongga peritoneal), hidrothoraks (pada rongga thoraks). Edema dapat
disebabkan, antara lain oleh gagal jantung kongestif, obstruksi vena dan limfatik,
sindrom nefrotik, hipoalbuminemi, sirosis hepatis,  penyakit ginjal (Ives H.E, 2001;
Braunwald, 2005)

2.       Sebutkan jenis-jenis edema?
Edema anasarka                        : penimbunan cairan pada jaringan sub-cutan, biasanya terjadi pada hampir sebagian tubuh
Edema hidrotoraks                    : penimbunan cairan berlebih di torax
Edema hidropericardium            : penimbunan cairan berlebih di perocardium
Edema hidroperitoneum : penimbunan cairan berlebih di ruang perut (asites)

3.       Tanda klinis edema?
Napas pendek-pendek atau sulit bernapas (pulmonary edema).
Volume air kencing yang dikeluarkan sangat sedikit meskipun minum air dalam takaran normal harian.
Baju, celana, rok, atau aksesoris yang digunakan terasa sempit.
Pada tahapan yang parah, tanda-tanda edema itu dapat berupa kesulitan bernapas, napas pendek-pendek ketika berbaring, batuk, dan tangan serta kaki jika disentuh atau dipegang terasa dingin

4.       Penyebab edema ?
1.                   Edema terjadi jika kita duduk atau berdiri terlalu lama di satu tempat. Salah satu penyebabnya adalah gravitasi yang menarik cairan tubuh kita ke bagian kaki.
2.                   Kehamilan.
3.                   Terlalu banyak mengonsumsi makanan yang mengandung banyak natrium atau garam.
4.                   Bisa juga merupakan tanda dari penyakit ginjal atau liver.


5.    Pencegahan edema?

1.                   Mengurangi konsumsi makanan yang tinggi kadar natriumnya.
2.                   Tidak berdiri atau duduk terlalu lama.

6.       mekanisme edema?
Generasi cairan interstisial diatur oleh kekuatan dari persamaan Starling. Tekanan hidrostatik dalam pembuluh darah menyebabkan air cenderung untuk menyaring ke dalam jaringan. Hal ini menyebabkan perbedaan dalam konsentrasi protein antara plasma darah dan jaringan. Akibatnya tekanan onkotik tingkat yang lebih tinggi protein dalam plasma cenderung untuk menyedot air ke dalam pembuluh darah dari jaringan. Persamaan Starling menyatakan bahwa tingkat kebocoran cairan ditentukan oleh perbedaan antara dua kekuatan dan juga oleh permeabilitas dinding pembuluh air, yang menentukan laju aliran untuk ketidakseimbangan kekuatan yang diberikan. Kebocoran air yang paling terjadi pada venula kapiler atau posting kapiler, yang memiliki dinding semi-permeabel membran yang memungkinkan air untuk lulus lebih bebas daripada protein. (Protein dikatakan tercermin dan efisiensi refleksi diberikan oleh refleksi konstan hingga 1.) Jika kesenjangan antara sel-sel dinding pembuluh membuka kemudian permeabilitas terhadap air meningkat pertama, tetapi sebagai peningkatan kesenjangan permeabilitas ukuran protein juga meningkat dengan penurunan koefisien refleksi.
Perubahan dalam variabel dalam persamaan Starling dapat berkontribusi untuk pembentukan edema baik oleh peningkatan tekanan hidrostatik dalam pembuluh darah, penurunan tekanan onkotik dalam pembuluh darah atau peningkatan permeabilitas dinding pembuluh. Yang terakhir ini memiliki dua efek. Hal ini memungkinkan air mengalir lebih bebas dan mengurangi perbedaan tekanan onkotik dengan memungkinkan protein untuk meninggalkan kapal lebih mudah.

7.       Patofisiologi edema?
Edema merupakan Pembengkakan jaringan akibat kelebihan cairan interstisium dikenal sebagai edema .penyebab edema dapat dikelompokan menjadi empat kategori  umum:
1. Penurunan konsentrasi protein plasma menyebabkan penurunan tekanan osmotic plasma.penurunan ini menyebabkan filtrasi cairan yang keluar dari pembuluh lebih tinggi, sementara jumlah cairan yang  direabsorpsi kurang dari normal ; dengan demikian terdapat cairan tambahan yang tertinggal diruang –ruang interstisium. Edema yang disebabkan oleh penurunan konsentrasi protein plasma dapat terjadi melalui beberapa cara : pengeluaran berlebihan protein plasma di urin akibat penyakit ginjal ; penurunan sintesis protein plasma akibat penyakit hati ( hati mensintesis hampir semua protein plasma ); makanan yang kurang mengandung protein ; atau pengeluaran protein akibat luka bakar yang luas .
2.   Peningkatan permeabilitas dinding kapiler menyebabkan protein plasma yang keluar dari kapiler ke cairan interstisium disekitarnya lebih banyak. Sebagai contoh, melalui pelebaran  pori –pori kapiler yang dicetuskan oleh histamin pada cedera jaringan atau reaksi alergi . Terjadi penurunan tekanan osmotik koloid plasma yang menurunkan kearah dalam sementara peningkatan tekanan osmotik  koloid cairan interstisium yang diseabkan oleh kelebihan protein dicairan interstisium meningkatkan tekanan kearah luar. ketidakseimbangan ini ikut berperan menimbulkan edema lokal yang berkaitan dengan cedera ( misalnya , lepuh ) dan respon alergi (misalnya , biduran) .
3.    Peningkatan tekanan vena , misalnya darah terbendung di vena , akan disertai peningkatan tekanan darah kapiler, kerena kapiler mengalirkan isinya kedalam vena. peningkatan tekanan kearah dinding kapiler ini terutama berperan pada edema yang terjadi pada gagal jantung kongestif. Edema regional juga dapat terjadi  karena restriksi lokal aliran balik  vena. Salah satu contoh adalah adalah pembengkakan di tungkai dan kaki yang sering terjadi pada masa kehamilan. Uterus yang membesar menekan vena –vena  besar  yang mengalirkan darah dari ekstremitas bawah pada saat vena-vena tersebut masuk  ke rongga abdomen. Pembendungan darah di vena ini menyebabkan kaki yang mendorong terjadinya edema regional di ekstremitas bawah.
4.       Penyumbatan pembuluh  limfe menimbulkan edema,karena kelebihan cairan yang difiltrasi keluar tertahan di cairan interstisium dan tidak dapat dikembalikan ke darah melalui sistem limfe. Akumulasi protein di cairan interstisium memperberat masalah melalui efek osmotiknya. Penyumbatan limfe lokal dapat terjadi, misalnya di lengan wanita yang saluran-saluran drainase limfenya dari lengan yang tersumbat akibat pengangkatan kelenjar limfe selama pembedahan untuk kanker payudara. Penyumbatan limfe yang lebih meluas terjadi pada filariasis, suatu penyakit parasitic yang ditularkan melalui nyamuk yang terutama dijumpai di daerah-daerah tropis. Pada penyakit ini, cacing-cacing filaria kecil mirip benang menginfeksi pembuluh limfe sehingga terjadi gangguan aliran limfe. Bagian tubuh yang terkena, terutama skrotum dan ekstremitas, mengalami edema hebat.Kelainan ini sering disebut sebagai elephantiasis,karena ekstremitas yang membengkak seperti kaki gajah.

Apapun penyebab edema, konsenkuensi pentingnya adalah penurunan pertukaran bahan-bahan antara darah dan sel. Sering dengan akumulasi cairan interstisium, jarak antara sel dan darah yang harus ditempuh oleh nutrient, O2, dan zat-zat sisa melebar sehingga kecepatan difusi berkurang. Dengan demikian, sel-sel di dalam jaringan yang edematosa mungkin kurang mendapat pasokan darah.
8.      Bagaimana MANIFESTASI KLINIS
Gejala dan Tanda
1.      Distensi vena jugularis, Peningkatan tekanan vena sentral
2.     Peningkatan tekanan darah, Denyut nadi penuh,kuat
3.     Melambatnya waktu pengosongan vena-vena tangan
4.     Edema perifer dan periorbita
5.  Asites, Efusi pleura, Edema paru akut ( dispnea,takipnea,ronki basah di seluruh lapangan paru )
6.  Penambahan berat badan secara cepat : penambahan 2% = kelebihan ringan, penambahna 5% = kelebihan sedang, penambahan 8% = kelebihan berat
7. Hasil laboratorium : penurunan hematokrit, protein serum rendah, natrium serum normal, natrium urine rendah ( <10 mEq/24 jam )

9.      Bagaimana penatalaksanaan edema?
Terapi edema harus mencakup terapi penyebab yang mendasarinya yang reversibel (jika memungkinkan). Pengurangan asupan sodium harus dilakukan untuk meminimalisasi retensi air. tidak semua pasien edema memerlukan terapi farmakologis ,pada beberapa pasien terapi non farmakologis sangat efektif seperti pengurangan asupan natrium (yakni kurang dari jumlah yang diekskresikan oleh ginjal) dan menaikkan kaki diatas level dari atrium kiri. Tetapi pada kondisi tertentu diuretic harus diberikan bersamaan dengan terapi non farmakologis. Pemilihan obat dan dosis akan sangat tergantung pada penyakit yang mendasari, berat-ringannya penyakit dan urgensi dari penyakitnya.
        Efek diuretic berbeda berdasarkan tempat kerjanya pada ginjal. Klasifikasi diuretic berdasarkan tempat kerja ;
1.       Diuretik yang bekerja pada tubulus proksimalis
2.       Diuretic yang bekerja pada loop of henle
3.       Diuretic yang bekerja pada tubulus kontortus distal
4.       Diuretic yang bekerja pada cortical collecting tubule
Prinsip terapi edema
1.     Penanganan penyakit yang mendasari
2.     Mengurangi asupan natrium dan air, baik dari diet maupun intravena
3.    Meningkatkan pengeluaran natrium dan air : Diuretic ;hanya sebagai terapi paliatif,bukan kuratif; Tirah baring, local pressure
4.    Hindari factor yang memperburuk penyakit dasar


10. Jelaskan patofisologi edema berdasarkan skenario?
Pasien dengan asites merupakan masalah klinis yang selalu dijumpai dalam praktek dokter sehari-hari; terlihat sederhana namun sangat menentukan prognosis suatu penyakit sehingga perlu mendapat perhatian yang serius.
Kata asistes berasal dari kata Yunani askos yang berarti kantong (sac atau bag). Pada laki-laki sehat, dapat ditemukan sedikit atau tidak ada cairan di dalam rongga peritoneum, sebaliknya pada perempuan sehat dapat ditemukan sedikit (20 cc) cairan tergantung dari fase siklus menstruasi.
Asites merupakan timbunan cairan secara patologis dalam rongga peritoneum, yang dapat disebabkan oleh berbagai penyakit terutama pada penyakit hati kronis atau sirosis hepatis. Pada tulisan ini, pembahasan mengenai asites khusus yang ditemukan pada penyakit hati kronis/sirosis hepatis.

11. Mengapa acotes dapat terjadi?
Tertimbunnya cairan dalam rongga peritoneum merupakan manifestasi dari kelebihan garam/natrium dan air secara total dalam tubuh, tetapi tidak diketahui secara jelas faktor pencetusnya. Terbentuknya asites merupakan suatu proses patofisiologis yang kompleks dengan melibatkan berbagai faktor dan mekanisme pembentukannya diterangkan dalam 3 hipotesis berdasarkan temuan eksperimental dan klinik sebagai berikut: (gambar 1)
Teori underfilling mengemukakan bahwa kelainan primer terbentuknya asites adalah terjadinya sekuestrasi cairan yang berlebihan dalam splansnik vascular bed disebabkan oleh hipertensi portal yang meningkatkan tekanan hidrostatik dan kapiler-kapiler splanknik dengan akibat menurunnya volume darah efektif dalam sirkulasi. Menurut teori ini, penurunan volume efektif intravascular (underfilling) direspon oleh ginjal untuk melakukan kompensasi dengan menahan air dan garam lebih banyak melalui peningkatan aktifasi rennin-aldosteron-simpatis dan melepaskan hormone antidiuretik aldosteron lebih banyak.
Teori overflow mengemukakan bahwa pada pembentukan asites kelainan primer yang terjadi adalah retensi garam dan air yang berlebihan tanpa disertai penurunan volume darah efektif, oleh karena pada observasi penderita sirosis hepatis terjadi hipervolemia dan bukan hipovolemia.
Teori vasodilatasi arteri perifer dapat menyatukan kedua teori diatas. Dikatakan bahwa hipertensi portal pada sirosis hepatis menyebabkan terjadinya vasodilatasi pada pembuluh darah splanknik dan perifer akibat peningkatan kadar nitric oxide (NO) yang merupakan salah satu vasodilator yang kuat sehingga terjadi pooling darah dengan akibat penurunan volume darah yang efektif (underfilling).
Pada siroris hepatis yang makin lanjut aktivitas neurohormonal meningkat, system rennin-angiotensin lebih meningkat, sensitivitas terhadap atrial peptide natriuretik menurun sehingga lebih banyak air dan natrium yang diretensi. Terjadi ekspansi volume darah yang menyebabkan overflow cairan kedalam rongga peritoneum dan terbentuk asistes lebih banyak. Pada pasien sirosis hepatis dengan asites terjadi aktivitas sintesis NO lebih tinggi disbanding sirosis hepatis tanpa asites. Menurut teori vasodilatasi bahwa teori underfilling prosesnya terjadi lebih awal, sedangkan teori overflow bekerja belakangan setelah proses penyakit lebih progresif. Beberapa faktor lain yang berperan dalam pembentukan asites adalah:
Hipoalbuminemia: walaupun hipertensi portal sangat berperan dalam pembentukan asites dengan terjadinya peningkatan tekanan hidrostatik pada pembuluh-pembuluh darah kapiler splanknik, maka hipoalbuminemia juga mempunyai peran melalui tekanan onkotik plasma yang menurun sehingga terjadi ekstravasasi cairan dari plasma ke dalam rongga peritoneum. Pada sirosis hepatis asites tidak ditemukan kecuali telah terjadi hipertensi portal dan hipoalbuminemia.
Cairan limfe: akibat distensi dan sumbatan sinusoid dan pembuluh-pembuluh limfe pada pasien sirosis hepatis maka terjadi hambatan aliran limfe dan menjadi lebih banyak sehingga merembes dengan bebas melalui permukaan hati yang sirotik masuk ke dalam rongga peritoneum dan memberi kontribusi dalam pembentukan asites. Berbeda dengan cairan transudat yang berasal dari cabang vena porta, cairan limfe hepatic dapat merembes masuk ke dalam rongga peritoneum walaupun hipoalbuminemia belum tampak nyata dengan melalui lapisan sel-sel endotel sinusoid yang hubungannya satu sama lain tidak rapat.
Ginjal: berperan penting dalam mempertahankan pembentukan asites. Pasien sirosis dengan asites, ginjal tidak dapat mengeluarkan cairan secara normal tetapi sebaliknya terjadi peningkatan absorbs natrium baik pada tubulus proksimal maupun pada tubulus distal, dimana yang terakhir terjadi akibat peningkatan aktivitas renin plasma dan hiperaldosteronisme sekunder. Disamping itu terjadi vasokonstriksi renal yang mungkin disebabkan oleh peningkatan serum prostaglandin atau kadar katekolamin yang juga berperan dalam retensi natrium. Terakhir peranan endotelin sebagai suatu vasokonstriktor yang kuat diduga pula ikut berperan dalam pembentukan asites.


12. Bagaimana gambaran klinis acites?
Gambaran Klinis dan Diagnosis Asites
Pada pasien sirosis hepatis dengan hipertensi portal disertai asites, pemeriksaan difokuskan pada hal-hal sebagai berikut:
Anamnesis: umumnya pasien dapat merasakan berat badannya meningkat atau perut terasa membesar dan tegang, sehingga datang berkonsultasi ke dokter. Ditanyakan kemungkinan adanya kelainan (diagnosis banding) lain yang dapat menyebabkan timbulnya asites selain dari penyakit hati kronik/sirosis hepatis seperti penyakit jantung, penyakit ginjal, malnutrisi, penggunaan obat-obat tertentu, penyakit infeksi/keganasan pada perut dan lain-lain.
Pemeriksaan fisik: difokuskan untuk mendeteksi penyakit hati kronik/sirosis hepatis, seperti adanya hipertensi portal dengan tanda-tanda splenomegali, bendungan vena-vena dinding perut, hernia umbilical, adanya ikterus, spider nevi, eritema Palmaris, muka abu-abu, atrofi testis atau ginekomasti pada laki-laki, dan lain-lain.
Pemeriksaan abdomen khusus untuk mendeteksi asites seperti: Bunyi timpani pada perkusi perut pasien yang tidur terlentang disebabkan oleh liku-liku usus yang berisi udara mengapung diatas cairan asites;Perut membengkak ke samping kanan dan kiri akibat tekanan dari cairan asites pada dinding perut (bulging flanks). Bunyi pekak perut yang berubah apabila pasien dimiringkan kekiri atau kekanan (shifting dullness) bila cairan asites sekitar 1500cc.
Mendeteksi cairan acites pada pasien dengan posisi knee-chest apabila cairan minimal 120cc (puddle sign). Gelombang cairan (fluid wave) apabila satu sisi perut diperkusi dan sisi lainnya merasakan hantaran gelombang pada pasien yang terlentang.
Pemeriksaan imaging: seperti ulsanografi (USG) abdomen sangat sensitif untuk mendeteksi cairan asites walaupun kurang dari 100 cc dan sekaligus dapat dideteksi adanya hipertensi portal dengan melihat ukuran limpa lebih dari 12 cm dan vena porta yang melebar > 13 cm. Kelainan lain dalam abdomen dapat dideteksi sebagai diagnosis banding dari asites seperti pasien kegemukan, kista ovarium, massa lain dalam mesenterium. Pemeriksaan imaging lain seperti computed tomography (CT) abdomen juga dapat digunakan untuk mendeteksi asites namun pemeriksaan ini biayanya mahal dan kecuali bila pemeriksaan USG abdomen sukar memastikan adanya asites.
Punksi asites: Punksi abdomen merupakan cara yang cepat dan ekonomis untuk mendiagnosis adanya asites, melihat profil/warna cairan dan analisis cairan untuk menentukan kausa. Punksi asites aman dilakukan walaupun ditemukan adanya koagulopati. Indikasi punksi asites: asites yang baru timbul sebagai tindakan rutin, pasien asites yang telah dirawat berulangkali, bila terdapat tanda-tanda infeksi seperti demam, nyeri perut dan lekositosis, dll. Dan sebagai tindakan terapi padan asites yang besar atau asites refrakter yang menyebabkan gangguan lain seperti sesak napas.
Teknik dan tempat punksi asites menggunakan jarum suntik ukuran 22 dengan teknik Z track untuk mencegah cairan merembes telah punksi dilakukan, di punksi pada kuadran kiri bawah 2 jari diatas 2 jari medial spina iliaka anterior superior (SIAS) atau pada garis tengah antara simfisis pubis dan umbilicus.
Analisis cairan asistes pada inspeksi cairan asites dapat dibedakan dalam hal warna cairan: transparan agak kekuningan, merah muda, darah, cairan kilous, keruh atau pus, pemeriksaan cairan asites yang penting: hitung jenis sel, bila terjadi infeksi/inflamasi ditemukan neutrositik asites (PMN 250sel/mm3) dan untuk asistes yang mengandung darah: jumlah sel darah merah > 10.000/mm3 dan setiap 250 sel eritrosit dikeluarkan 1 sel PMN untuk koreksi 1 sel PMN yang masuk kedalam cairan asites.
Mengukur kadar albumin untuk menghitung serum ascites albumin gradient (SAAG). SAAG = serum albumin minus albumin cairan asites. Apabila SAAG 1,1 gr/dl, maka 97% dapat mendiagnosis adanya hipertensi portal sehingga berguna untuk mempersempit diagnosis banding. Pengukuran total protein cairan asites sangat berguna untuk menentukan kausa asites dan bila kadar protein < 1,0 gr/dl merupakan resiko untuk terjadinya infeksi sangat tinggi.
Melakukan kultur bakteri gram negatif/positif/aerob/anaerob. Pemeriksaan sel-sel kanker, kilous dan lain-lain, dan menentukan derajat jumlah asites secara semikuantitatif. Grade 1 asites dideteksi dengan pemeriksaan yang teliti, Grade 2 mudah dideteksi tetapi volume masih relatif sedikit, Grade 3 asites sudah jelas tetapi perut tidak tegang dan Grade 4 asites dalam jumlah besar dengan perut tegang.
Referensi: H.A.M Akil dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Hati, Edisi Pertama, Hal 365-68

Tidak ada komentar:

Posting Komentar