Semoga bermanfaat yak hahaha :D
salam dari dewi cantik :D (Aamiin, semoga bisa cantik lahir dan bathin, Aamiin Ya Rabb)
salam dari dewi cantik :D (Aamiin, semoga bisa cantik lahir dan bathin, Aamiin Ya Rabb)
1. Jelaskan
definisi edema?
Edema
adalah suaru keadaan meningkatnya volume air
pada interstitial, seperti
ascites
(pada rongga peritoneal), hidrothoraks (pada rongga thoraks). Edema dapat
disebabkan,
antara lain oleh gagal jantung kongestif, obstruksi vena dan limfatik,
sindrom
nefrotik, hipoalbuminemi, sirosis hepatis,
penyakit ginjal (Ives H.E, 2001;
2.
Sebutkan jenis-jenis edema?
Edema
anasarka :
penimbunan cairan pada jaringan sub-cutan, biasanya terjadi pada hampir
sebagian tubuh
Edema
hidrotoraks : penimbunan cairan berlebih di torax
Edema
hidropericardium : penimbunan
cairan berlebih di perocardium
Edema
hidroperitoneum : penimbunan cairan
berlebih di ruang perut (asites)
3. Tanda klinis
edema?
Napas
pendek-pendek atau sulit bernapas (pulmonary edema).
Volume air
kencing yang dikeluarkan sangat sedikit meskipun minum air dalam takaran normal
harian.
Baju,
celana, rok, atau aksesoris yang digunakan terasa sempit.
Pada tahapan
yang parah, tanda-tanda edema itu dapat berupa kesulitan bernapas, napas
pendek-pendek ketika berbaring, batuk, dan tangan serta kaki jika disentuh atau
dipegang terasa dingin
4. Penyebab edema
?
1.
Edema terjadi jika kita duduk atau berdiri terlalu
lama di satu tempat. Salah satu penyebabnya adalah gravitasi yang menarik
cairan tubuh kita ke bagian kaki.
2.
Kehamilan.
3.
Terlalu banyak mengonsumsi makanan yang mengandung
banyak natrium atau garam.
4.
Bisa juga merupakan tanda dari penyakit ginjal atau
liver.
5. Pencegahan
edema?
1.
Mengurangi konsumsi makanan yang tinggi kadar
natriumnya.
2.
Tidak berdiri atau duduk terlalu lama.
6.
mekanisme edema?
Generasi cairan
interstisial diatur oleh kekuatan dari persamaan Starling. Tekanan hidrostatik
dalam pembuluh darah menyebabkan air cenderung untuk menyaring ke dalam
jaringan. Hal ini menyebabkan perbedaan dalam konsentrasi protein antara plasma
darah dan jaringan. Akibatnya tekanan onkotik tingkat yang lebih tinggi protein
dalam plasma cenderung untuk menyedot air ke dalam pembuluh darah dari
jaringan. Persamaan Starling menyatakan bahwa tingkat kebocoran cairan
ditentukan oleh perbedaan antara dua kekuatan dan juga oleh permeabilitas
dinding pembuluh air, yang menentukan laju aliran untuk ketidakseimbangan
kekuatan yang diberikan. Kebocoran air yang paling terjadi pada venula kapiler
atau posting kapiler, yang memiliki dinding semi-permeabel membran yang
memungkinkan air untuk lulus lebih bebas daripada protein. (Protein dikatakan
tercermin dan efisiensi refleksi diberikan oleh refleksi konstan hingga 1.)
Jika kesenjangan antara sel-sel dinding pembuluh membuka kemudian permeabilitas
terhadap air meningkat pertama, tetapi sebagai peningkatan kesenjangan
permeabilitas ukuran protein juga meningkat dengan penurunan koefisien
refleksi.
Perubahan dalam variabel
dalam persamaan Starling dapat berkontribusi untuk pembentukan edema baik oleh
peningkatan tekanan hidrostatik dalam pembuluh darah, penurunan tekanan onkotik
dalam pembuluh darah atau peningkatan permeabilitas dinding pembuluh. Yang
terakhir ini memiliki dua efek. Hal ini memungkinkan air mengalir lebih bebas
dan mengurangi perbedaan tekanan onkotik dengan memungkinkan protein untuk
meninggalkan kapal lebih mudah.
7.
Patofisiologi edema?
Edema
merupakan Pembengkakan jaringan akibat kelebihan cairan interstisium dikenal
sebagai edema .penyebab edema dapat dikelompokan menjadi empat kategori umum:
1.
Penurunan konsentrasi protein plasma menyebabkan penurunan tekanan osmotic
plasma.penurunan ini menyebabkan filtrasi cairan yang keluar dari pembuluh
lebih tinggi, sementara jumlah cairan yang
direabsorpsi kurang dari normal ; dengan demikian terdapat cairan
tambahan yang tertinggal diruang –ruang interstisium. Edema yang disebabkan oleh
penurunan konsentrasi protein plasma dapat terjadi melalui beberapa cara :
pengeluaran berlebihan protein plasma di urin akibat penyakit ginjal ;
penurunan sintesis protein plasma akibat penyakit hati ( hati mensintesis
hampir semua protein plasma ); makanan yang kurang mengandung protein ; atau
pengeluaran protein akibat luka bakar yang luas .
2. Peningkatan permeabilitas dinding kapiler
menyebabkan protein plasma yang keluar dari kapiler ke cairan interstisium
disekitarnya lebih banyak. Sebagai contoh, melalui pelebaran pori –pori kapiler yang dicetuskan oleh
histamin pada cedera jaringan atau reaksi alergi . Terjadi penurunan tekanan
osmotik koloid plasma yang menurunkan kearah dalam sementara peningkatan
tekanan osmotik koloid cairan
interstisium yang diseabkan oleh kelebihan protein dicairan interstisium
meningkatkan tekanan kearah luar. ketidakseimbangan ini ikut berperan
menimbulkan edema lokal yang berkaitan dengan cedera ( misalnya , lepuh ) dan
respon alergi (misalnya , biduran) .
3. Peningkatan tekanan vena , misalnya darah terbendung
di vena , akan disertai peningkatan tekanan darah kapiler, kerena kapiler
mengalirkan isinya kedalam vena. peningkatan tekanan kearah dinding kapiler ini
terutama berperan pada edema yang terjadi pada gagal jantung kongestif. Edema
regional juga dapat terjadi karena
restriksi lokal aliran balik vena. Salah
satu contoh adalah adalah pembengkakan di tungkai dan kaki yang sering terjadi
pada masa kehamilan. Uterus yang membesar menekan vena –vena besar
yang mengalirkan darah dari ekstremitas bawah pada saat vena-vena
tersebut masuk ke rongga abdomen.
Pembendungan darah di vena ini menyebabkan kaki yang mendorong terjadinya edema
regional di ekstremitas bawah.
4. Penyumbatan pembuluh limfe menimbulkan edema,karena kelebihan
cairan yang difiltrasi keluar tertahan di cairan interstisium dan tidak dapat
dikembalikan ke darah melalui sistem limfe. Akumulasi protein di cairan
interstisium memperberat masalah melalui efek osmotiknya. Penyumbatan limfe
lokal dapat terjadi, misalnya di lengan wanita yang saluran-saluran drainase
limfenya dari lengan yang tersumbat akibat pengangkatan kelenjar limfe selama
pembedahan untuk kanker payudara. Penyumbatan limfe yang lebih meluas terjadi
pada filariasis, suatu penyakit parasitic yang ditularkan melalui nyamuk yang
terutama dijumpai di daerah-daerah tropis. Pada penyakit ini, cacing-cacing
filaria kecil mirip benang menginfeksi pembuluh limfe sehingga terjadi gangguan
aliran limfe. Bagian tubuh yang terkena, terutama skrotum dan ekstremitas,
mengalami edema hebat.Kelainan ini sering disebut sebagai elephantiasis,karena
ekstremitas yang membengkak seperti kaki gajah.
Apapun
penyebab edema, konsenkuensi pentingnya adalah penurunan pertukaran bahan-bahan
antara darah dan sel. Sering dengan akumulasi cairan interstisium, jarak antara
sel dan darah yang harus ditempuh oleh nutrient, O2, dan zat-zat sisa melebar
sehingga kecepatan difusi berkurang. Dengan demikian, sel-sel di dalam jaringan
yang edematosa mungkin kurang mendapat pasokan darah.
8.
Bagaimana MANIFESTASI
KLINIS
Gejala dan Tanda
1. Distensi vena jugularis, Peningkatan tekanan vena sentral
2. Peningkatan tekanan darah, Denyut nadi penuh,kuat
3. Melambatnya waktu pengosongan vena-vena tangan
4. Edema perifer dan periorbita
5. Asites, Efusi pleura,
Edema paru akut ( dispnea,takipnea,ronki basah di seluruh lapangan paru )
6. Penambahan berat badan
secara cepat : penambahan 2% = kelebihan ringan, penambahna 5% = kelebihan
sedang, penambahan 8% = kelebihan berat
7. Hasil laboratorium :
penurunan hematokrit, protein serum rendah, natrium serum normal, natrium urine
rendah ( <10 mEq/24 jam )
9.
Bagaimana penatalaksanaan edema?
Terapi edema harus mencakup terapi
penyebab yang mendasarinya yang reversibel (jika memungkinkan). Pengurangan
asupan sodium harus dilakukan untuk meminimalisasi retensi air. tidak semua
pasien edema memerlukan terapi farmakologis ,pada beberapa pasien terapi non
farmakologis sangat efektif seperti pengurangan asupan natrium (yakni kurang
dari jumlah yang diekskresikan oleh ginjal) dan menaikkan kaki diatas level
dari atrium kiri. Tetapi pada kondisi tertentu diuretic harus diberikan
bersamaan dengan terapi non farmakologis. Pemilihan obat dan dosis akan sangat
tergantung pada penyakit yang mendasari, berat-ringannya penyakit dan urgensi
dari penyakitnya.
Efek diuretic berbeda berdasarkan tempat kerjanya pada ginjal.
Klasifikasi diuretic berdasarkan tempat kerja ;
1.
Diuretik yang bekerja pada tubulus proksimalis
2.
Diuretic yang bekerja pada loop of henle
3.
Diuretic yang bekerja pada tubulus kontortus distal
4.
Diuretic yang bekerja pada cortical collecting tubule
Prinsip terapi edema
1.
Penanganan penyakit yang mendasari
2.
Mengurangi asupan natrium dan air, baik dari diet maupun intravena
3.
Meningkatkan pengeluaran natrium dan air : Diuretic ;hanya sebagai
terapi paliatif,bukan kuratif; Tirah baring, local pressure
4.
Hindari factor yang memperburuk penyakit dasar
10. Jelaskan
patofisologi edema berdasarkan skenario?
Pasien dengan asites merupakan masalah klinis yang
selalu dijumpai dalam praktek dokter sehari-hari; terlihat sederhana namun
sangat menentukan prognosis suatu penyakit sehingga perlu mendapat perhatian
yang serius.
Kata asistes berasal dari kata Yunani askos yang
berarti kantong (sac atau bag). Pada laki-laki sehat, dapat ditemukan sedikit
atau tidak ada cairan di dalam rongga peritoneum, sebaliknya pada perempuan
sehat dapat ditemukan sedikit (20 cc) cairan tergantung dari fase siklus
menstruasi.
Asites merupakan timbunan cairan secara patologis
dalam rongga peritoneum, yang dapat disebabkan oleh berbagai penyakit terutama
pada penyakit hati kronis atau sirosis hepatis. Pada tulisan ini, pembahasan
mengenai asites khusus yang ditemukan pada penyakit hati kronis/sirosis
hepatis.
11. Mengapa
acotes dapat terjadi?
Tertimbunnya cairan dalam rongga peritoneum merupakan
manifestasi dari kelebihan garam/natrium dan air secara total dalam tubuh,
tetapi tidak diketahui secara jelas faktor pencetusnya. Terbentuknya asites
merupakan suatu proses patofisiologis yang kompleks dengan melibatkan berbagai
faktor dan mekanisme pembentukannya diterangkan dalam 3 hipotesis berdasarkan
temuan eksperimental dan klinik sebagai berikut: (gambar 1)
Teori underfilling mengemukakan bahwa kelainan primer
terbentuknya asites adalah terjadinya sekuestrasi cairan yang berlebihan dalam
splansnik vascular bed disebabkan oleh hipertensi portal yang meningkatkan
tekanan hidrostatik dan kapiler-kapiler splanknik dengan akibat menurunnya
volume darah efektif dalam sirkulasi. Menurut teori ini, penurunan volume
efektif intravascular (underfilling) direspon oleh ginjal untuk melakukan
kompensasi dengan menahan air dan garam lebih banyak melalui peningkatan
aktifasi rennin-aldosteron-simpatis dan melepaskan hormone antidiuretik
aldosteron lebih banyak.
Teori overflow mengemukakan bahwa pada pembentukan
asites kelainan primer yang terjadi adalah retensi garam dan air yang
berlebihan tanpa disertai penurunan volume darah efektif, oleh karena pada
observasi penderita sirosis hepatis terjadi hipervolemia dan bukan hipovolemia.
Teori vasodilatasi arteri perifer dapat menyatukan
kedua teori diatas. Dikatakan bahwa hipertensi portal pada sirosis hepatis
menyebabkan terjadinya vasodilatasi pada pembuluh darah splanknik dan perifer
akibat peningkatan kadar nitric oxide (NO) yang merupakan salah satu
vasodilator yang kuat sehingga terjadi pooling darah dengan akibat penurunan
volume darah yang efektif (underfilling).
Pada siroris hepatis yang makin lanjut aktivitas neurohormonal
meningkat, system rennin-angiotensin lebih meningkat, sensitivitas terhadap
atrial peptide natriuretik menurun sehingga lebih banyak air dan natrium yang
diretensi. Terjadi ekspansi volume darah yang menyebabkan overflow cairan
kedalam rongga peritoneum dan terbentuk asistes lebih banyak. Pada pasien
sirosis hepatis dengan asites terjadi aktivitas sintesis NO lebih tinggi
disbanding sirosis hepatis tanpa asites. Menurut teori vasodilatasi bahwa teori
underfilling prosesnya terjadi lebih awal, sedangkan teori overflow bekerja
belakangan setelah proses penyakit lebih progresif. Beberapa faktor lain yang
berperan dalam pembentukan asites adalah:
Hipoalbuminemia: walaupun hipertensi portal sangat
berperan dalam pembentukan asites dengan terjadinya peningkatan tekanan
hidrostatik pada pembuluh-pembuluh darah kapiler splanknik, maka
hipoalbuminemia juga mempunyai peran melalui tekanan onkotik plasma yang
menurun sehingga terjadi ekstravasasi cairan dari plasma ke dalam rongga
peritoneum. Pada sirosis hepatis asites tidak ditemukan kecuali telah terjadi
hipertensi portal dan hipoalbuminemia.
Cairan limfe: akibat distensi dan sumbatan sinusoid
dan pembuluh-pembuluh limfe pada pasien sirosis hepatis maka terjadi hambatan
aliran limfe dan menjadi lebih banyak sehingga merembes dengan bebas melalui
permukaan hati yang sirotik masuk ke dalam rongga peritoneum dan memberi
kontribusi dalam pembentukan asites. Berbeda dengan cairan transudat yang
berasal dari cabang vena porta, cairan limfe hepatic dapat merembes masuk ke
dalam rongga peritoneum walaupun hipoalbuminemia belum tampak nyata dengan
melalui lapisan sel-sel endotel sinusoid yang hubungannya satu sama lain tidak
rapat.
Ginjal: berperan penting dalam mempertahankan
pembentukan asites. Pasien sirosis dengan asites, ginjal tidak dapat
mengeluarkan cairan secara normal tetapi sebaliknya terjadi peningkatan absorbs
natrium baik pada tubulus proksimal maupun pada tubulus distal, dimana yang
terakhir terjadi akibat peningkatan aktivitas renin plasma dan hiperaldosteronisme
sekunder. Disamping itu terjadi vasokonstriksi renal yang mungkin disebabkan
oleh peningkatan serum prostaglandin atau kadar katekolamin yang juga berperan
dalam retensi natrium. Terakhir peranan endotelin sebagai suatu vasokonstriktor
yang kuat diduga pula ikut berperan dalam pembentukan asites.
12. Bagaimana
gambaran klinis acites?
Gambaran
Klinis dan Diagnosis Asites
Pada pasien
sirosis hepatis dengan hipertensi portal disertai asites, pemeriksaan
difokuskan pada hal-hal sebagai berikut:
Anamnesis: umumnya
pasien dapat merasakan berat badannya meningkat atau perut terasa membesar dan
tegang, sehingga datang berkonsultasi ke dokter. Ditanyakan kemungkinan adanya
kelainan (diagnosis banding) lain yang dapat menyebabkan timbulnya asites
selain dari penyakit hati kronik/sirosis hepatis seperti penyakit jantung,
penyakit ginjal, malnutrisi, penggunaan obat-obat tertentu, penyakit
infeksi/keganasan pada perut dan lain-lain.
Pemeriksaan
fisik: difokuskan
untuk mendeteksi penyakit hati kronik/sirosis hepatis, seperti adanya
hipertensi portal dengan tanda-tanda splenomegali, bendungan vena-vena dinding
perut, hernia umbilical, adanya ikterus, spider nevi, eritema Palmaris, muka
abu-abu, atrofi testis atau ginekomasti pada laki-laki, dan lain-lain.
Pemeriksaan
abdomen khusus untuk mendeteksi asites seperti: Bunyi timpani pada perkusi
perut pasien yang tidur terlentang disebabkan oleh liku-liku usus yang berisi
udara mengapung diatas cairan asites;Perut membengkak ke samping kanan dan kiri
akibat tekanan dari cairan asites pada dinding perut (bulging flanks). Bunyi
pekak perut yang berubah apabila pasien dimiringkan kekiri atau kekanan
(shifting dullness) bila cairan asites sekitar 1500cc.
Mendeteksi cairan
acites pada pasien dengan posisi knee-chest apabila cairan minimal 120cc
(puddle sign). Gelombang cairan (fluid wave) apabila satu sisi perut diperkusi
dan sisi lainnya merasakan hantaran gelombang pada pasien yang terlentang.
Pemeriksaan
imaging: seperti ulsanografi (USG) abdomen sangat sensitif untuk mendeteksi
cairan asites walaupun kurang dari 100 cc dan sekaligus dapat dideteksi adanya
hipertensi portal dengan melihat ukuran limpa lebih dari 12 cm dan vena porta
yang melebar > 13 cm. Kelainan lain dalam abdomen dapat dideteksi sebagai
diagnosis banding dari asites seperti pasien kegemukan, kista ovarium, massa
lain dalam mesenterium. Pemeriksaan imaging lain seperti computed tomography
(CT) abdomen juga dapat digunakan untuk mendeteksi asites namun pemeriksaan ini
biayanya mahal dan kecuali bila pemeriksaan USG abdomen sukar memastikan adanya
asites.
Punksi asites:
Punksi abdomen merupakan cara yang cepat dan ekonomis untuk mendiagnosis adanya
asites, melihat profil/warna cairan dan analisis cairan untuk menentukan kausa.
Punksi asites aman dilakukan walaupun ditemukan adanya koagulopati. Indikasi
punksi asites: asites yang baru timbul sebagai tindakan rutin, pasien asites
yang telah dirawat berulangkali, bila terdapat tanda-tanda infeksi seperti
demam, nyeri perut dan lekositosis, dll. Dan sebagai tindakan terapi padan
asites yang besar atau asites refrakter yang menyebabkan gangguan lain seperti
sesak napas.
Teknik dan tempat
punksi asites menggunakan jarum suntik ukuran 22 dengan teknik Z track untuk
mencegah cairan merembes telah punksi dilakukan, di punksi pada kuadran kiri
bawah 2 jari diatas 2 jari medial spina iliaka anterior superior (SIAS) atau
pada garis tengah antara simfisis pubis dan umbilicus.
Analisis cairan
asistes pada inspeksi cairan asites dapat dibedakan dalam hal warna cairan:
transparan agak kekuningan, merah muda, darah, cairan kilous, keruh atau pus,
pemeriksaan cairan asites yang penting: hitung jenis sel, bila terjadi
infeksi/inflamasi ditemukan neutrositik asites (PMN 250sel/mm3) dan untuk
asistes yang mengandung darah: jumlah sel darah merah > 10.000/mm3 dan
setiap 250 sel eritrosit dikeluarkan 1 sel PMN untuk koreksi 1 sel PMN yang
masuk kedalam cairan asites.
Mengukur kadar
albumin untuk menghitung serum ascites albumin gradient (SAAG). SAAG = serum
albumin minus albumin cairan asites. Apabila SAAG 1,1 gr/dl, maka 97% dapat
mendiagnosis adanya hipertensi portal sehingga berguna untuk mempersempit
diagnosis banding. Pengukuran total protein cairan asites sangat berguna untuk
menentukan kausa asites dan bila kadar protein < 1,0 gr/dl merupakan resiko
untuk terjadinya infeksi sangat tinggi.
Melakukan kultur
bakteri gram negatif/positif/aerob/anaerob. Pemeriksaan sel-sel kanker, kilous
dan lain-lain, dan menentukan derajat jumlah asites secara semikuantitatif.
Grade 1 asites dideteksi dengan pemeriksaan yang teliti, Grade 2 mudah
dideteksi tetapi volume masih relatif sedikit, Grade 3 asites sudah jelas
tetapi perut tidak tegang dan Grade 4 asites dalam jumlah besar dengan perut
tegang.
Referensi: H.A.M
Akil dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Hati, Edisi Pertama, Hal 365-68
Tidak ada komentar:
Posting Komentar