Skrining prenatal sering direkomendasikan untuk wanita hamil di atas usia 35 atau orang tua yang memiliki riwayat penyakit genetik. Pemeriksaan ini tidak memberikan jawaban “ya” atau “tidak” tetapi mengidentifikasi adanya peningkatan risiko kondisi tertentu sehingga tes diagnostik definitif dapat dilakukan. Jika hasil tes menunjukkan adanya abnormalitas, informasi yang memadai di awal kehamilan akan memberi keyakinan pada orang tua dan memberikan ketenangan pikiran selama sisa kehamilan.
Skrining
prenatal dilakukan dengan cara pemeriksaan darah pada trimester pertama
maupun trimester kedua kehamilan. Selain itu, ultrasonogafi (USG) juga
dilakukan pada trimester pertama untuk mengukur jumlah cairan di
jaringan bagian belakang leher bayi. Ada dua pilihan skrining yang
berbeda: (1) First Trimester Screening
(FTS) merupakan skring yang dilakukan pada 3 bulan pertama kehamilan,
biasanya dilakukan antara minggu ke-9 sampai 13 minggu 6 hari kehamilan
dan (2) pemeriksaan trimester kedua yang dilakukan saat mingu ke-14
sampai 18 kehamilan
FTS juga dapat memberitahu jika
wanita memiliki kehamilan kembar, namun biasanya spina bifida tidak
terdeteksi. Konsentrasi dua hormon dalam darah (b-hCG
dan PAPP-A) akan diperiksa apakah terdapat perubahan selama kehamilan.
Jumlah hormon ini sering berubah ketika bayi mengalami masalah kromosom
serius. Pada USG dilakukan pengukuran ketebalan area di belakang leher
bayi. Daerah ini, yang dikenal sebagai nuchal translucency (NT), seringkali lebih besar pada bayi dengan sindrom Down. Crown-Rump Length serta diameter biparietal bayi juga diukur untuk menghitung usia kehamilan.
Second Trimester Screening adalah pemeriksaan yang dilakukan saat kehamilan memasuki 3 bulan kedua. Tes ini sering disebut juga sebagai Maternal Serum Screening (MSS) atau triple test.
Darah diperiksa antara 14 sampai 18 minggu kehamilan, tetapi idealnya
dilakukan antara 15 sampai 17 minggu. Darah ibu diperiksa untuk tiga
hormon yaitu estriol, bebas B-hCG, dan fetoprotein alfa.
Diagnostic testing dilakukan untuk mengkonfirmasi kelainan kromosom yang terjadi pada bayi. Hasil pemeriksaan digunakan untuk memastikan diagnosis serta mengesampingkan kondisi genetik sebelum bayi lahir. Jenis tes diagnostik ini meliputi Chorionic Villus Sampling (CVS) dan amniocentesis.
CVS adalah pemeriksaan sepotong kecil jaringan plasenta (villi chorionic) dari rahim selama awal kehamilan untuk skrining cacat genetik pada bayi. CVS bisa dilakukan melalui leher rahim (transcervical) atau melalui perut (transabdominal). Hal ini dapat dilakukan sekitar 10 sampai 12 minggu setelah menstruasi terakhir. Pemeriksaan dilakukan di laboratorium untuk melihat ada atau tidaknya kelainan kromosom. Jika hasilnya normal berarti tidak ada tanda-tanda cacat genetik. Resiko CVS adalah hanya sedikit lebih tinggi daripada sebuah amniosentesis. Komplikasi yang mungkin terjadi adalah perdarahan, infeksi, keguguran, ketidakcocokan Rh pada ibu, dan pecah ketuban.
Amniosintesis adalah tes untuk melihat cairan ketuban yang mengelilingi bayi (janin). Cairan ini akan dianalisis untuk mendapatkan informasi tentang kesehatan bayi. Hal ini biasanya dilakukan pada 15-18 minggu kehamilan, tetapi prosedur amniosentesis sekarang lebih banyak dilakukan pada 11-14 minggu kehamilan. Risiko keguguran kurang dari 1 dalam 100 (kurang dari 1%). Sebuah penelitian menyatakan bahwa amniosentesis pada trimester kedua lebih aman daripada CVS transcervical dan amniocentesis pada trimester awal kehamilan.
USG
memberikan gambar bayi dalam rahim. USG yang dilakukan pada trimester
kedua kehamilan adalah USG struktural rutin. Hal ini dapat dilakukan
pada 18 - 20 minggu kehamilan. USG ini direkomendasikan untuk memeriksa
posisi plasenta, jumlah cairan ketuban, pertumbuhan bayi, dan mendeteksi
kelainan struktural pada janin seperti jantung. anggota badan, perut,
tulang, otak, tulang belakang, dan ginjal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar